Salah satunya di warung milik Drini Indah, Suyanto. Ia menyatakan telah menjual olahan undur-undur laut di warungnya sejak tahun 2012. Menurutnya, ia memilih undur-undur laut sebagai salah satu menu yang dijual di warung makannya karena rasanya yang mirip dengan kepiting. Terlebih, olahan tersebut hanya dijual Suyanto pada bulan-bulan tertentu saja.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lanjut Suyanto, untuk mendapatkan undur-undur laut tersebut ia harus memesan kepada nelayan. Mengingat undur-undur laut yang berukuran besar hanya hidup di tengah laut, terlebih untuk mendapatkannya cukup sulit.
![]() |
"Biasanya yang nangkap (undur-undur laut) pakai jaring dan di tengah laut. Karena undur-undur laut itu hidupnya di antara karang dan lumpur," ucapnya.
Pria yang juga anggota SAR ini menyebutkan bahwa undur-undur laut yang didapatkan biasanya diolah dalam berbagai menu di warung makan miliknya. Menurut Suyanto, untuk mengolah undur-undur laut sendiri terbilang mudah.
"Sebetulnya untuk memasak undur-undur laut itu sama seperti memasak kepiting dan lobster. Jadi pertama itu undur-undur laut dicuci bersih lalu direbus, setelah itu dipecah jadi dua dan dimasak. Dipecah itu biar bumbunya bisa meresap ke dalam daging undur-undur (laut)," katanya.
![]() |
"Kalau di warung (makan) saya biasanya dimasak asam manis, asam pedas, saus padang, digoreng dan direbus. Untuk yang paling diminati pengunjung itu undur-undur laut asam manis," imbuhnya.
Disinggung mengenai rasa olahan undur-undur laut, Suyanto menyebut rasanya mirip dengan olahan kepiting atau lobster. Namun, ia menilai ada perbedaan pada tekstur daging undur-undur laut dibanding kepiting dan lobster.
"Rasanya undur-undur laut itu seperti kepiting. Kalau dari segi daging memang lebih sedikit dibanding kepiting, tapi dagingnya (undur-undur laut) lebih kenyal. Selain itu di bagian cangkang ada lemak yang berwarnya kuning, dan itu (lemak undur-undur laut) enak banget rasanya," ujar Suyanto.
Lebih lanjut, kebanyakan pembeli olahan undur-undur laut adalah wisatawan luar daerah, namun ada juga pembeli yang berasal dari Kabupaten Gunungkidul. Mengenai harga, untuk satu kilogram olahan undur-undur laut Suyanto mematok harga Rp 100 ribu. Di mana satu kilogram berisi 1 hingga 3 undur-undur laut.
![]() |
"Pembeli kebanyakan makandi tempat, tapi ada juga yang dibawa pulang untuk oleh-oleh," ucapnya.
Kendati olahan undur-undur laut di warung makannya banyak diminati, Suyanto mengakui akhir-akhir ini sulit mendapatkan undur-undur laut.
"Dulu itu seminggu bisa habis 15-20 kilogram undur-undur laut, sekarang dalam seminggu hanya bisa habis 6-7 kilogram saja," ujarnya.
Salah seorang pembeli, Anjar Aditya menuturkan, bahwa rasa dari undur-undur laut asam manis yang disantapnya sekilas sama dengan olahan kepiting. Namun, ia menilai daging undur-undur laut lebih gurih.
"Untuk rasa hampir sama dengan kepiting, tapi lebih kenyal dan dicampur lemak pada cangkangnya itu jadi semakin gurih," ucapnya.
Menyantap undur-undur laut asam manis bukan kali pertamanya. Mengingat satu bulan sekali ia sengaja datang ke Pantai Drini untuk menyantap olahan tersebut.
"Ya dulu nggak percaya saja kalau undur-undur laut bisa dimakan, dan setelah nyoba terus rasanya enak jadi ketagihan sampai sekarang," pungkasnya. (dwa/odi)