
Jakarta - Malam itu kami bertiga sengaja menikmati malam di akhir pekan dengan berjalan-jalan seputar daerah kota, Jakarta Pusat. Sekedar ingin berganti pandangan dan menelusuri tempat-tempat makan yang tersohor sejak dulu. Hitung-hitung nostalgia, mencicipi kenikmatan masa lalu! Saat sampai di Jl.Gunung Sahari, sasaran pertama kami, Sate Padang Mak Ajat yang nama kompletnya 'Sate Minang Mak Ajat, Padang Panjang Sutan Sati'. Warung sate turun temurun yang menurut pemiliknya telah berdiri sejak tahun 1960 ini sangat bersahaja. Terletak di depan rumah makan Padang Baringin yang bersebelahan dengan gallery Foto Oktagon. Warung berukuran 4x1,5m ini kini di jaga oleh istri dan anak Mak Ajat setelah sang ayah meninggal. Sepeninggal sang suami, Ibu Nuranilah yang bertugas meracik bumbu untuk semua masakan yang di jual di warung ini. Karena itu cita rasa sate mak Ajat boleh dibilang stabil. Dalam kuliner Minang sate memang disajikan dalam dua versi. Sate yang biasanya terdiri dari potongan daging dan jeroan sapi rebus dibakar di atas bara api lalu disiram kuah kental dan disajikan dengan potongan ketupat. Kuah kental yang mirip bubur inilah yang menjadi ciri khasnya. Sate yang berasal dari Pariaman dan daerah pesisir, berkuah kemerahan dengan aroma rempah yang lembut. Sedangkan yang berasar dari daerah pegunungan seperti Bukittinggi dan Padangpanjang yang terkenal dengan sebutan ala Mak Syukur, memakai kuah berwarna kuning, dengan aroma kari yang tajam. Sate ala Mak Syukur ini lebih mudah ditemui di penjaja keliling. Sebenarnya racikan bumbu tergantung pada selera. Yang kemerahan memakai banyak cabai merah, sehingga pedas rasanya. Sedangkan yang kuning memakai lebih banyak kunyit dan bumbu kari. Uniknya, sate Mak Ajat yang berasal dari Padang Panjang justru tidak berwarna kuning tetapi merah agak kecokelatan dengan aroma rempah yang harum, lembut, tidak terlalu tajam. Racikan khas Mak Ajat inilah yang bertahan hingga 45 tahun.Hanya ada 4 orang makan di warung mak Ajat saat kami tiba. Tetapi para pelayan sibuk meracik sate yang dipesan oleh pengunjung rumah makan Baringin. Stoples besar berisi rempeyek kacang dan piring berisi kerupuk kulit menjadi pelengkap meja panjang. Dalam waktu 10 menit, sepiring sate yang ditaruh di atas piring cekung beralas daun pisang tersaji mengepul di depan kami. Kuahnya kental, merah agak kecokelatan. Aroma harum bumbu menebar saat kami aduk-aduk. Jeroan dan daging sapi terasa sangat lembut, empuk, sangat pas dengan kuah yang tak terlalu 'berat' rasa bumbunya. Setelah masuk ke tenggorokan, barulah terasa pedas panas merica dan rempah dalam bumbunya. Ketupatnya pun putih, lembut dan harum. Menurut ibu Nurani, rahasia kuah yang enak terletak pada kaldu daging yang dipakai sebagai bahan utama. Pantas saja warung sate ini tak pernah kehabisan penggemar. Bahkan warung yang beroperasi mulai pulul 17.00 WIB sampai 00.00 WIB ini bisa beromzet sekitar 40 kg daging per hari.Untuk meredam rasa panas dan pedas, kami mencicipi rempeyek kacang. Rempeyek yang berukuran sebesar piring kue itu adonannya putih. Rasanya garing dan renyah karena memakai tepung beras. Sedangkan untuk membersihkan kuah yang ada di piring, kami mencocolnya dengan kerupuk kulit. Hmm, renyah, gurih sekaligus lembut. Inilah pasangan afdol sate Mak Ajat yang sangat kami rindukan. Tak terasa butiran keringatpun mulai berlelehan di dahi!Selain Sate Padang, menu lain yang di tawarkan di warung sate Mak Ajat adalah soto Padang. Sayangnya kami dalam keadaan kenyang saat itu, sehingga kami tidak sempat mencoba sotonya. Untuk harga, rasanya dari dulu sate Mak Ajat selalu memasang harga reasonable. Satu porsi Sate lengkap dengan ketupatnya dihargai Rp 14.000, 00. Sedangkan Soto Padang dihargai Rp 12000,00 dan Rp 2.000,00 untuk tiap porsi nasi. Untuk minumannya, Anda dapat memesan teh tawar hingga aneka jus buah. Harga yang relatif murah untuk sepiring sate yang nikmat dan sedap!Sate Padang Mak Ajat (Buka Pk 17.00 WIB-00.00 WIBJl Gunung Sahari No. 50, Jakarta Pusat(Di depan Gallery Oktagon)
(lil/)