Mengiming-imingi Anak dengan Hadiah Makanan Dapat Sebabkan 'Emotional Eating'

Mengiming-imingi Anak dengan Hadiah Makanan Dapat Sebabkan 'Emotional Eating'

Lusiana Mustinda - detikFood
Rabu, 13 Apr 2016 10:50 WIB
Foto: iStock
Jakarta -

Tak sedikit orangtua yang memberikan ​hadiah ​berupa makanan. ​Tanpa disadari ​cara ini dapat sebabkan ​anak cenderung melampiaskan emosi melalui makanan.

Banyak orang tua memakai makanan sebagai hadiah bagi anak setelah mencapai prestasi. Cara ini membuat anak tergantung pada makanan untuk mengatasi emosinya. Pada akhirnya akan menjadi 'emotional eating' di masa kanak-kanaknya.

​Hal ini disimpulkan​ dari studi longitudinal dari orangtua dan anak-anak yang dilakukan oleh Dr Claire Farrow dari Aston University dan rekan-rekannya di Loughborough dan Birmingham Universities. Studi ini melihat bagaimana orangtua menggunakan makanan dan praktik pemberian makanan berbeda ​pada​ anak​ ​saat berusia tiga hingga lima tahun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Dilansir Science Daily (12/04), peneliti meng​amati ​anak-anak ketika mereka berusia lima hingga tujuh tahun untuk menyelidiki apakah praktik pemberian makanan sebelumnya mempengaruhi perkembangan ​'emotional eating'​ pada anak-anak. Selain itu, para peneliti juga men​gamati apakah​ anak-anak ​memilih​ konsumsi ​camilan ​atau bermain dengan mainan ketika mereka dalam keadaan agak stres.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak ​mengalami 'emotional eating'​ saat berusia lima hingga tujuh tahun, jika orangtua mereka ​lebih​ banyak makanan sebagai hadiah dan mengendalikan mereka dengan makanan​ sejak mereka kecil.​

Dengan tingginya tingkat obesitas pada anak-anak, dan risiko kesehatan yang terkait pada usia yang lebih muda menjadi semakin jelas. Dengan memahami mengapa orang-orang beralih ke jenis makanan tertentu pada saat stres atau ​cemas​ bisa membantu dalam mendorong praktik makan sehat.

"Makanan tinggi lemak, gula dan garam sering digunakan sebagai hadiah atau bahkan respon untuk meringankan sakit jika anak-anak marah. Bukti dari penelitian awal kami menunjukkan bahwa dalam melakukan hal ini, justru kita telah mengajarkan emotional eating pada anak di kemudian hari," tutur Dr Claire Farrow, selaku dosen senior Psikologi di Aston University.

Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengidentifikasi pentingnya temuan ini pada pola makan jangka panjang. Tetapi indikasi awal menunjukkan bahwa ​hubungan ​anak-anak​ ​ dengan makanan sering terbentuk di awal kehidupan dan sebagian diinformasikan dengan cara bahwa anak-anak makan dan diajarkan untuk menggunakan makanan.

Dr. Farrow menyimpulkan bahwa mereka yang belajar menggunakan makanan sebagai alat untuk menangani gangguan emosi sejak kecil, lebih mungkin untuk alami pola makan yang sama di kemudian hari saat dewasa. Seringkali ketika alami 'emo​tional eating​' mereka konsumsi kalori tinggi, lemak tinggi, makanan padat energi yang tidak kondusif untuk kesehatan.



​Dengan lebih banyak belajar tentang bagaimana kita mengajarkan anak-anak memilih makanan sehat dapat membantu kita memberikan saran terbaik dan pedoman bagi anggota keluarga yang terlibat dalam pemberian makan pada anak. ​

Kita tahu bahwa pada orang dewasa, ​'emotional eating'​ terkait dengan gangguan makan dan obesitas. Jadi jika kita dapat mempelajari lebih lanjut tentang perkembangan​ 'emotional eating'​ di masa kecil​. K​ita dapat mengembangkan sumber daya dan saran untuk membantu mencegah perkembangan ​'emotional eating' ​pada anak-anak.

(lus/odi)

Hide Ads