
Jakarta - Hidangan home cooking gaya Semarangan ini memang melipur rasa kangen kampung. Bukan hanya racikan hidangan yang miroso tetapi juga penuh ranjau. Dari sayur gudeg yang gurih legit wangi sampai sambil sambal tempe yang puuedesss, membuat kami berlelehan keringat dan makan lagi dan lagi!Waktu saya mengajak teman untuk makan siang di Warung Mbah Jingkrak, saya hanya bilang 'ke Mbah Jingkrak' saja. Siapa sih mbah Jingkrak itu? Dengan guyon saya bilang tempat sauna dan tukang pijat. Jadilah waktu tiba di Jl. Bulungan, saat parkir persis di bawah papan nama warung, teman saya tersenyum simpul. Ada gambar Mbah Jingkrak, seorang nenek funky, pakai kain yang diangkat setinggi betis, selop kayu dan satu tangan memegang kain, dan yang satu menunjukkan ibu jari ke atas alias nuding dengan pose 'jingkrak' alias melompat. Warung yang belum lama dibuka ini merupakan cabang dari Semarang.Saat memasuki rumah joglo Jawa yang diisi dengan perabotan kayu sangat terasa nuansa Jawa yang kuat. Ditambah lantunan gending Jawa dari kelompok karawitan membuat suasana Jawa jadi makin kental. Aneka makanan di-display di meja panjang di tengah restoran. Semua lauk ditata dalam piring dan mangkuk-mangkuk tanah liat. Ada 4 stoples kuno berisi wader goreng, udang kali goreng dan kering kentang yang diserut halus panjang. Di depannya ada beragam sambal; sambal kencur, bawang, sambal tempe dan sambal cabai hijau. Di deretan lauk ada lele goreng, bandeng goreng, tahu tempe goreng, dadar telur, perkedel, tempe tahu bacem, ayam goreng, oseng kikil, teri buto ijo, oseng daun singkong, oseng tahu tauge, daging gendruwo, oseng pare, ayam masak cabe, empal, lodeh tempe, brongkos, sambal goreng krecek, asam-asam daging, sayur gudeg, lodeh daging, dll. Makanan bergaya home cooking tiap kali berganti jenisnya. Mangut iwak pe dan lodeh rebung yang saya cari tak ada di menu dan akhirnya sayapun memesan sayur gudeg, dan lodeh tempe. Sebenarnya saya tergiur dengan teri buto ijo, teri jengki ditumis dengan kecap manis dan diberi cabai rawit hijau utuh. Tetapi karena saya sudah memesan sambal iblis maka saya urungkan niat saya. (Masak udah ketemu iblis mau juga dirayu buto ijo?)Nasi merah dan putih disajikan di atas piring beralas daun pisang, hangat kemepul. Sayur berkuah disajikan di mangkuk sedang, dan lauk lainnya di piring cekung. Di area belakang tempat kami makan, dinding warung dihiasi dengan aneka reklame jadul, dari tembako sampai bir. Oseng daun singkong yang ijo royo-royo langsung jadi target pertama. Meski sedikit liat rasanya tidak terlalu asin. Lodeh tempe berupa irisan tipis tempe diberi cabai hijau dan kuah santan encer, cukup ringan dan bumbu meresap. Sementara sayur gudeg (yang sempat saya klaim sebagai lodeh gori atau nangka muda) ternyata memang berbumbu gudeg, agak manis dan isinya potongan nangka muda dengan kuah santan encer (jadi tidak kering seperti gudeg). Asam-asam iganya, menurut saya kurang asam, dan cenderung lebih dominan rasa kecap manis meskipun dagingnya empuk. Sementara dadar telur yang berisi cincangan daun bawang dan cabai ini memang mirip dadar ala warteg, rasanya gurih meskipun tak terlacak aroma jelantah yang lezat!Sambal iblis yang jadi unggulan warung ini terbuat dari tempe goreng yang diuleg (dihaluskan) bersama cabai rawit merah. Seluruhnya cabai rawit merah sehingga saat menyentuh lidah memang seperti kena 'setrum'. Jika tak doyan pedas, jangan mencoba-coba mencicip sambal ini. Wader (ikan kecil) yang berbalut tepung terasa gurih renyah. Demikian juga dengan udang kali kecil yang digoreng kering. Rasa pedas bergetar di lidah saya netralisir dengan tempe bacem yang legit dan wangi. Meskipun wuah...wuah...kepedasan (disambar si iblis) akhirnya nasi merah dan semua laukpun licin tandas. Buat mereka yang berasal dari Jawa (terutama Semarang, seperti teman saya) memang sajian masakan rumahan di warung ini bisa menjadi pengobat rindu kampung, rindu masakan ibu atau nenek.Aneka jus buah dan minuman hangat dan dingin ditawarkan untuk pengobat rasa pedas. Lha, kok saya malah kangen es cao yang disiram sirop pink legit dan dingin. Kamipun meredam rasa pedas dengan minuman STD alias standar, es lemon tea. Nah, kalau menjelang akhir tahun ini tak ada waktu pulang kampung, coba mampir ke warung Mbah Jingkrak ini, kantongpun tak bakal jebol mengajak keluarga makan di warung ini. Harga makanan berkisar Rp. 5.000,00 - Rp. 17.000,00 dan tiap porsi lauk bisa dimakan ramai-ramai persis kalau di kampung. Lebih sedap lagi kalau pakai tangan alias muluk, Uenaak tenan!Warung Mbah JingkrakSpecial masakan JowoJl. Bulungan 26Kebayoran, Jakarta SelatanTelp. (021) 7220891Jl Taman Bringin 23 SemarangTelp: 0888 653 30713
(ely/Odi)