Dalam peluncuran kampanye Bulan Sarapan Sempurna (24/02) dari Frisian Flag, turut hadir Prof. Dr. Hardinsyah MS selaku Ketua Umum PERGIZI PANGAN Indonesia. Ia menyampaikan bahwa sarapan menjadi salah satu perilaku penting dalam mewujudkan gizi seimbang.
Dengan sarapan, tubuh memiliki bekal sebagian kebutuhan gizi harian yang diperlukan untuk berbagai kegiatan. Termasuk belajar, berpikir, bekerja dan melakukan aktivitas fisik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Berdasarkan analisis data konsumsi pangan Riskesdas tahun 2010, 40% anak-anak di Indonesia tidak sarapan karena berbagai alasan. Ini berpotensi kekurangan gizi termasuk vitamin dan mineral pada anak-anak. Kebiasaan sarapan yang teratur dan bergizi harus ditanamkan karena memberi manfaat besar,” jelas Hardinsyah.
Sarapan juga menanamkan kedisiplinan sekaligus membiasakan diri mengontrol asupan makanan bergizi, Sarapan bergizi juga membantu menjaga konsentrasi anak-anak di sekolah agar mudah menyerap pelajaran.
Sementara itu, Southeast Asian Nutrition Survey (SEANUTS) sempat melakukan penelitian status gizi, pertumbuhan, pola makan dan asupan gizi anak-anak usia 6 bulan sampai 12 tahun di 4 negara, termasuk Indonesia. Untuk wilayah Indonesia, studi multisenter yang digagas FrieslandCampina ini bekerjasama dengan PERSAGI.
Pada kesempatan yang sama, DR. Ir. Heryudarini Harahap, M. Kes dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), mengungkapkan temuan kebiasaan sarapan anak Indonesia tersebut. SEANUTS menemukan bahwa hanya 1 dari 10 anak Indonesia usia 2-12 tahun yang punya porsi sarapan cukup dengan kualitas baik.
“Hasil penelitian menunjukkan proporsi anak di kelompok umur 9-12 tahun punya kuantitas sarapan tidak cukup, lebih banyak dibanding kelompok umur 2-8 tahun. Ini juga dialami anak perempuan yang kuantitas sarapannya tidak cukup, lebih banyak dibanding anak laki-laki. Dari segi kualitas, proporsi kualitas sarapan anak kelompok umur 6-9 tahun paling rendah dibanding kelompok umur usia lainnya,” papar Heryudarini.
Heryudarini menyayangkan kualitas sarapan yang masih rendah. Menurutnya, perlu ada komposisi lengkap untuk sarapan anak, mulai dari karbohidrat, protein hingga vitamin. Termasuk juga pelengkap susu.
“Paling banyak anak sarapan dengan nasi dan telur. Tambahan sayur dan buah masih sangat kurang. Dilihat dari penelitian, susu juga masih kecil konsumsinya. Padahal anak yang konsumsi susu saat sarapan lebih kecil proporsi terjadinya stunting (anak pendek),” pungkas peneliti ahli PERSAGI itu.
(msa/odi)