Bosan dengan yang Klasik, Anak Hipster Selalu Cari Makanan Unik

Kuliner Anak Hipster

Bosan dengan yang Klasik, Anak Hipster Selalu Cari Makanan Unik

Maya Safira - detikFood
Rabu, 25 Feb 2015 09:36 WIB
Foto: Detikfood
Jakarta - Kata hipster kerap kali muncul saat membicarakan fashion hingga makanan. Gaya hidup tak bisa lepas dari istilah yang merujuk pada sikap anti-mainstream ini. Lalu bagaimana pengaruh anak hipster dalam dunia kuliner?

Budaya hipster biasanya terjadi di wilayah perkotaan. Subkultur ini secara luas dikaitkan dengan musik indie dan alternatif, beragam fashion tak mainstream hingga konsumsi makanan organik serta artisanal.

Mereka disebut-sebut memilih gaya hidup tidak umum dan dianggap berbeda. Misalnya pada makanan, lebih menyukai produk bebas glutenโ€‹ atau organik.โ€‹

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Istilah hipster sendiri pertama kali muncul pada tahun 1990an. Kemudian menjadi populer di tahun 2010an. Hipster berasal dari istilah yang digunakan untuk menggambarkan pergerakan di awal tahun 1940an. Saat itu hipster dikaitkan dengan anak muda berkulit putih dari kelas menengah yang berusaha meniru gaya hidup musisi jazz kulit hitam yang mereka gemari. Seiring berjalan waktu, definisinya pun berubah.

Dalam editorial New York Times, Mark Greif menyatakan kesulitan menganalisis asal istilah hipster. Sedangkan pada artikel Huffington Post berjudul "Who's a Hipster?", Julia Plevin berpendapat bahwa definisi hipster tetap buram bagi orang di luar kelompok sangat selektif ini. Ia menyatakan "seluruh konsep hipster adalah mereka menghindari label dan diberi label. Namun mereka semua berpakaian sama dan bertindak sama dan menyesuaikan diri dalam ketidaksesuaian mereka".

Anggota subkultur ini biasanya tidak mengidentifikasi diri sebagai hipster. Istilahnya terkadang dipakai untuk menyebut orang yang terlalu mengikuti tren dan berhati-hati dalam memakai sosial media. Ada juga yang menyebut hipster dengan anak muda kreatif, berbeda dari kebanyakan orang. Beberapa analis berpendapat bahwa hipster kontemporer sebenarnya mitos yang dibuat oleh marketing.

Untuk makanan, hipster disebut-sebut mempunyai standar makanan tertentu. Di Amerika, contohnya, hipster dikaitkan dengan penyuka makanan sehat, organik dan produk lokal. Seperti konsumsi kale, overnight oat, green smoothies, atau vegan cookies. Begitu juga dengan pemicu kepopuleran cold brew coffee, taco, mason jar, hingga food truck. Namun jika sudah terlalu populer maka hipster bisa menganggapnya tak menarik dan mencari pilihan baru.

Kelompok yang memilih makanan anti-mainstream juga muncul di Indonesia. Mulai dari pilihan martabak bertopping premium hingga food truck. Ada pula yang cenderung mengikuti gaya hidup sehat dengan konsumsi makanan vegan, organik atau bebas gluten.

Di Jakarta, awal kemunculan Pasar Santa disebut sebagai tempat berkumpulnya anak hipster. Pasar Santa mempunyai beragam pilihan makanan tak biasa yang menarik rasa penasaran untuk mencicipinya. Cold brew coffee, kue cubit aneka topping sampai hot dog hitam bisa ditemui di sini. Kini tak hanya anak hipster yang menjelajahi Pasar Santa, masyarakat luas pun dibuat penasaran karena keragamannya.

Makanan unik dan anti-mainstream mungkin awalnya menarik bagi anak hipster. Namun tak jarang makanan tersebut menjadi tren populer di masyarakat. Apalagi dengan cepatnya pertukaran informasi di sosial media.

(msa/odi)

Hide Ads