Sebuah studi sebelumnya menemukan bahwa asma dan sindrom iritasi usus bisa disebabkan karena reaksi inflamasi yang sama. Orang yang menderita sindrom iritasi usus memiliki risiko dua kali lebih mudah untuk terserang asma.
Sindrom iritasi usus merupakan gangguan pencernaan umum yang menghasilkan berbagai gejala. Seperti kram, kembung, dan perubahan atau gangguan kebiasaan buang air besar seperti sembelit dan diare.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti yang dilansir Daily Mail (07/01/2014), tim peneliti menemukan tikus yang diberi diet rendah serat didapatkan ada peningkatan peradangan paru-paru sebagai respon terhadap tungau debu. Sedangkan mereka yang mengonsumsi makanan yang diperkaya dengan pektin seperti apel dan jambu biji dapat mengurangi penyakit saluran napas.
Serat larut yang digunakaan untuk memerangi sembelit dapat mengubah komposisi bakteri di dalam usus. Setelah dicerna bakteri akan memroses serat dan melepaskan metabolit yang disebut asam lemak rantai pendek yang masuk ke dalam darah dan mempengaruhi perkembangan sel-sel kekebalan tubuh termasuk aliran darah ke paru-paru.
Propionat dan asam lemak rantai pendek yang diproduksi usus ketika bakteri usus memetabolisme serat juga dapat mengurangi peradangan alergi di paru-paru dan mengakibatkan efek perlindungan yang sama seperti pektin.
Dr. Marsland mengatakan dalam penelitian ini ia menyoroti pentingnya serat dan menyediakan mekanisme seluler untuk mengendalikan asma. "Selain itu dari hasil penelitian studi epidemiologi menunjukkan, jika serat dalam diet rendah maka kejadian alergipun meningkat”, tambahnya.
"Secara keseluruhan, temuan kami mendukung strategi intervensi konsep diet. Pendekatan tidak hanya pada penyakit usus saja tetapi juga penyakit radang pernapasan." tutur Dr. Marsland.
Tapi kebanyakan orang di negara-negara barat seperti Inggris, Australia, dan Amerika Serikat makan jauh lebih sedikit serat daripada yang mereka butuhkan. Padahal serat pangan diketahui memiliki banyak manfaat seperti mengurangi risiko penyakit jantung dan kanker. Organisasi kesehatan dunia (WHO) juga merekomendasikan tingkat minimum serat harian sekitar 25 gram per hari.
(fit/odi)