Terlihat sederhana, ayam goreng. Namun, sebenarnya justru kesederhanaan inilah yang bikin rasa kangen tak tertahan. Seperti saat saya melintasi jalan Melawai. Langsung ingatan saya terbang ke masa-masa sering ngumpul di kawasan ini untuk menikmati jajanan malam. Termasuk ayam goreng dengan nasi hangat plus sambal.
Jajaran warung makan di jalan Panglima Polim III ini sudah ada sejak tahun 80 an. Dari ujung spanduk yang berkibar memang bagaikan parade ayam goreng. Ada yang memakai sebutan ayam goreng Kalasan, ayam goreng asli Jawa dan ada juga yang ditambahi nama pemiliknya.
Pelopor ayam goreng Jawa di kawasan ini justru pak Rachmat, yang namanya juga ditulis di spanduk warung makannya. Jajaran meja bertaplak plastik dengan brand teh kemasan dilengkapi dengan kursi plastik. Karena baru menjelang maghrib maka pengunjung belum padat.
Mampir ke warung ini memang saya selalu memesan ayam goreng. Padahal ada pilihan lain seperti ayam bakar, hati ampela, usus, tahu dan tempe serta sayur asam. Sore ini saya menebus kangen ayam goreng ditemani sayur asam plus semangkok sup kaki ayam atau ceker.
Dari dulu pak Rachmat memakai ayam kampung seperti yang tertulis pada banner warungnya 'Asli Ayam Kampung'. Ayam kampung biasanya dibeli dan dipotong sendiri oleh para karyawan Pak Rachmat. Hanya saja kadang ukurannya kecil kadang lumayang besar.
Sore itu saya mendapatkan Β½ ekor ayam yang saya pesan dalam ukuran kecil. Di warung ini ayam tidak dijual per potong tetapi per ekor atau minimal setengah ekor (yang berarti dada dan paha). Jadi tak bisa memesan dada saja atau paha saja.
Warna kuning kecokelatan ayam goreng terlihat cantik, menunjukkan proses penggorengan dengan suhu yang pas. Uapnya menebarkan aroma gurih bawang yang wangi. Sayatan pertama terbukti kulit luar ayam goreng ini garing renyah dan bagian dalamnya empuk lembut. Benar saja, tak ada bedanya dengan yang dulu biasa saya nikmati.
Rasa renyah-renyah gurih ini tak meninggalkan rasa manis sekali. Meskipun menyandang nama Jawa, ayam goreng ini bukan ayam berbumbu bacem. Jadi tak ada jejak rasa manis yang berlebihan. Saat dicocol dengan sambal bajak racikan pak Rachmat, rasanya makin dahyat.
Sambal ini merupakan pasangan andalan ayam goreng. Sambalnya hanya sambal biasa namun sekali lagi pengalaman membuat proses pemasakan sambal ini sangat pas. Pas asam pedas dan sedikit manis yang berasal dari tomat. Genangan minyak yang merah oranye sedikit kecokelatan menjadi ciri khasnya. Sambal selalu disajikan dalam mangkuk di meja dan bisa dimakan sepuas hati!
Sup ceker ayamnya berkuah bening, dengan potongan ceker ayam yang kecil-kecil dan rapi. Dilengkapi dengan wortel dan irisan daun bawang. Kuahnya terasa gurih dengan aksen rasa bawang yang tak berlebihan. Pas sebagai sup bening. Cekernya lembut, empuk, mudah dilepas dari tulangnya dan tidak lonyot.
Sementara sayur asam yang masih panas mengepul, kuahnya berwarna pucat. Rasanya tidak garang pedas tetapi justru gurih, sedikit asam. Setelah diaduk dengan sedikt sambal bajak, rasanya baru nendang, sedikit pedas. Kedua sajian berkuah ini serasi disanding dengan ayam goreng yang gurih renyah. Tak terasa semua pesanan pun licin tandas. Sebenarnya masih ingin menambah ayam goreng yang gurih renyah tetapi perut sudah terasa penuh sesak! Ah, yang penting rasa kangen mengulang kelezatan ayam goreng pak Rachmat ini sudah tertebus!
Kalau soal harga, ayam Berkah memang bisa diadu dengan yang lain. Untuk setengah ekor harganya Rp 16.000,00, seporsi sup dan sayur asam hanya Rp 5.000,00. Nah, kalau sedang jalan-jalan di lintasan Melawai ini, Anda bisa mampir memuaskan selera di warung ini!
Ayam Goreng 'Berkah' Rachmat
Jl. Melawai XIII
Dekat RSB Asih
Kebayoran Baru, Jakarta
Telp: 021 5736663
Mulai buka jam 17.00
(dev/gst)