'Dekat Unas, daerah Jagakarsa', sepenggal ingatan itu mengantar saya dan teman-teman untuk mencari rumah Haji Nasun. Akhirnya sampai juga kami di rumah sederhana dengan papan nama kecil. Sengaja kami menelpon sejak jam 11.00 siang untuk memesan seporsi pecak gurame dan seporsi gabus pucung. Terus terang kami tak mau kecewa, jauh-jauh datang dan tak mendapatkan makanan favorit itu.
Ruang tengah yang lebar, diisi dengan 3 meja besar dan di teras luar pun dipasang meja bundar dengan beberapa kursi. Tak ada kesan rumah makan yang ditata serius. Di bagian tengah di taruh lemari kaca dan meja panjang untuk meracik makanan. Serasa kami singgah di rumah kerabat di pinggiran kota. Tumpukan ikan gurami dan gabus goreng ditata di atas piring lebar siap disiram bumbu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tampilan warung dan makanannya pun tak berubah. Pesanan kami mulai diracik. Kuah pucung dan pecak dipanaskan lebih dahulu. Kemudian gurami goreng dimasukkan ke dalam kuah, diaduk beberapa saat lalu dipindahkan ke piring oval besal. Demikian pula dengan gabus pucungnya. "Kalau tidak panas rasanya kurang enak," demikian alasan ibu yang melayani kami.
Sambil menanti gurami dan gabus disiapkan, kami pun menyambar tempe goreng yang tebal berukuran sekitar 10x5 cm yang diiris menyerong. Tekstur kacang kedelai yang bulat utuh bagai 'melotot' menantang kami. Kunyahan pertama tempe ini langsung memberi signal bahwa tempe goreng ini memakai tempe berkualitas bagus. Renyah, gurih, dan wangi! Tak terasa 4 potong tempe gorengpun lenyap dari piring.
Pecak Gurami, gabus pucung, semangkuk sup daging, sepiring tempe goreng, sambal, sebakul lalapan segar plus sepiring nasi putih hangat pun dijajarkan di meja sebagai makan siang kami. Gurami berukuran sedang, dikerat-kerat kedua sisinya, digoreng tidak terlalu kering dengan siraman kuah berwarna merah oranye menebarkan aroma harum kunyit cabai yang merangsang.
Saat tersentuh garpu, daging gurami terasa agak kenyal, menandakan guraminya masih sangat segar. Pada kunyahan pertama, terasa sangat gurih, tanpa jejak aroma tanah sama sekali! Lumuran bumbunya terasa gurih, sedikit pedas dengan aroma kunyit dan cabai yang kuat. Bumbu pecak ini diolah dengan cara manual, diuleg dengan tangan karena itulah aroma bawang merah, bawang putih, cabai, kunyit dan kemirinya terasa sangat kuat. Dengan siraman sedikit kuah pada nasi, suapan pun terasa lebih cepat!
Kalau melihat gabus pucung, sebagai orang Jawa kami langsung teringat rawon. Ikan gabus yang berdaging tebal digoreng tidak kering dan direndam kuah hitam dengan sedikit semburat kuning. Di dalam kuahnya ada irisan kol, wortel dan daun bawang. Rasa kenyal daging gabus berpadu dengan gurih-gurih sedikit pedas.
Aroma pucung atau keluak yang eksotik menjadi ciri khas racikan bumbu gabus ini. Nasibnya tak jauh beda dengan pecak gurami. Dengan tambahan nasi putih, gabus pucungpun makin lancar sampai ke tenggorokan.
Sambal racikan Haji Nasun ternyata benar-benar mengguncang lidah! Pedas menggigit tetapi tak mampu menghentikan kami untuk berhenti mencocol. Apalagi jika dicocok dengan daun poh-pohan, wuihhh sedap nian! Sementara pengunjung lain, mencocol sambal ini dengan petai segar dari satu papan petai yang langsung 'dibedah' di tempat.
Kesederhanaan rupanya menjadi kunci utama kelezatan masakan keluarga Haji Nasun ini. Inilah yang kami temui dalam semangkuk sup daging sapi. Ya benar-benar potongan daging sapi, wortel, daun seledri dan daun bawang dalam rendaman kuah sup yang bening mengepul. Rasanya ringan, gurih dengan aroma daging yang tak terlalu tajam karena tak ada lemak berlebihan. Sup andalan warung inipun menjadi favorit pengunjung. Jadi kalau tak mau kehabisan sebaiknya memang menelpon dulu minimal satu jam sebelum sampai ke lokasi!
Harga makanan yang dipatok warung ini juga tak terlalu mahal. Seporsi pecak gurame ukuran sedang (bisa dimakan bertiga) Rp 40.000,00 , gabus pucung (bisa dimakan berdua) Rp 35.000,00 dan seporsi sup daging sapi Rp 15.000,00 dan tempe goreng per potong Rp 1000,00. Dengan biaya sekitar Rp 25.000 per orang kelezatan eksotik khas Betawi inipun bisa jadi pilihan makan siang yang asyik.
Keluar dari warung yang makin padat dengan pengunjung ini kami melihat jajaran empang di sisi rumah pak haji yang lebar. Ikan gurami agaknya diternakkan sendiri oleh pak haji. Mengalami guncangan kelezatan masakan putra Betawi ini kami pun bersyukur. Masih ada orang yang peduli menjaga kelestarian kuliner Betawi yang lezat ini.
Nah, jika Anda ingin merayakan HUT Jakarta ke 481, selain ke Ancol, bisa juga singgah ke warung pak Haji, hitung-hitung turut menjaga kelanggengan makanan Betawi yang enak dan dahsyat ini!
Warung Haji Nasun
Jl. Kanfi II No.21, Sawah Jagakarsa
Telp: 021-7870016
Jam Buka: 09.30 - makanan habis
(dev/Odi)