'Happy Begor, Happy Valentine'

'Happy Begor, Happy Valentine'

- detikFood
Kamis, 14 Feb 2008 10:36 WIB
Jakarta - Wah, pagi-pagi saya sudah dihujani banyak SMS Valentine. Ada yang teman yang mengajak ngopi bareng, ada juga yang ingin ramai-ramai makan sushi. Yang menarik justru seorang teman penggila begor yang maksa mengajak makan begor. Hmm... makan begor hujan-hujan begini di hari Valentine pula! Boleh juga!

Ngomong soal begor alias bebek goreng saya jadi ingat bahwa dulu saya paling nggak doyan yang namanya bebek goreng. Kecuali bebek panggang Peking yang diiris tipis dan dimakan dengan pancake renyah itu. Yang ada di memori rasa di kepala saya bebek goreng itu selalu anyir, dagingnya liat dan susah dikunyah. Ini semua gara-gara pengalaman buruk saya makan begor di salah sebuah warung di Solo. Saat itu saya nyaris menjerit karena melihat ada bulu-bulu kecil yang masih menempel di ujung kaki si begor, ditambah kaki si bebek hitam pula!

Meskipun nggak suka begor tapi saya tetap saja penasaran saat bertandang ke Sumatera Barat Di tengah hujan rintik-rintik, dan udara dingin, saya memaksakan diri mampir di Kotogadang. Khusus untuk mencari penjual gulai itiak alias itik berbumbu cabai hijau yang khas. Sialnya, ibu penjual itiak tidak berjualan hari itu padahal perut saya sudah melilit karena menahan lapar. Untung saja air liur saya tidak menitik membayangkan sambal hijaunya yang mlekoh berminyak!

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat berkunjung ke Surabaya kakak sepupu saya membelikan nasi bebek. Nasi plus sepotong dada bebek goreng yang ditaburi kremesan plus sambal cabai rawit merah (mirip sambal udang bu Rudy) dan lalapan. Berkat bujuk rayu yang agak maksa akhirnya saya cicip juga begor buatan temannya itu. Oh.. la..la.. dagingnya sangat empuk, bumbunya gurih dan nyaris tak ada aroma anyir khas BB si bebek. Hasilnya nasi bebek pun ludes sampai saya kepedasan huah..huah..!

Sejak saat itulah cinta saya bersemi pada si bebek. Saking penasarannya dengan urusan bebek, sayapun membaca semua buku soal bebek dan itik. Mulai mengenal jenis-jenis yang ada di Indonesia sampai cara berternaknya. Ada itik Mojokerto, alabio yang bule sampai itik cokelat yang jadi unggulan daerah Brebes. Juga perbedaan bebek, angsa, dan mentok.

Rasa ingin tahu saya malah dapat dukungan dari kakak sepupu saya yang kebetulan mempunyai sawah organik di Klaten dan membiakkan bebek sebagai usaha sampingan. Dari dialah saya tahu kalau para itik jantan selalu jadi ‘kurban’ untuk dijual pada para penjual begor. Karena mereka tidak bisa bertelur!

Soal mencicipi begor ala Jawa Timur yang gurih dan ala Jawa Tengah yang manis juga sudah tak terhitung lagi. Mulai dari begor Kayutangan di Surabaya, begor Kaleyo, begor Ny. Nita, begor Suryo, begor tulang lunak Hayam Wuruk, sampai begor mas Joko Putra. Pokoknya asal dengar ada warung begor langsung saya sambangi. Buat menguji selera sekaligus mengenali perbedaannya.

Di rumahpun saya jadi senang membuat begor dengan bumbu racikan sendiri. Akhirnya sayapun punya langganan tukang bebek hidup di pasar yang selalu bisa memilihkan bebek muda, tak lebih dari 3 bulan yang montok untuk disembelih. Puncak kecintaan saya dengan begor inipun membuahkan sebuah buku resep yang saya tulis berjudul ‘Bebek Goreng & Bebek Bakar’ yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama setahun lalu.

Obrolan soal begor dengan cak Topa (pemilik warung Begor Cak Topa) di bilangan Pancoran, Jakarta Selatan pun membuat saya makin tahu soal mengolah bebek. Ternyata proses yang dilakukan cak Topa cukup rumit. Bukan hanya ukuran dan umur si bebek saja yang diseleksi tetapi juga proses membuatnya. Potongan dada dan paha direbus dengan terpisah (karena durasi untuk matang berbeda).

Setelah direbus dengan air yang diberi irisan jahe segar, barulah bebek dibumbui dan direbus beberapa saat lagi. Agar bebek matang merata dan bumbunya meresap rata maka tumpukan bebek yang di atas dipindahkan ke bawah. Selanjutnya bebek dimasak bersama bumbu sampai benar-benar empuk. Tentu saja waktunya berjam-jam karena itu bebek berbumbu selalu dibuat sehari sebelumnya.

Cerita soal pengolahan begor ala cak Topa ini tak jauh berbeda dengan proses pembuatan bebek Peking. Bebek diternakkan dengan pakan dan air khusus serta beratnya dikontrol. Setelah direbus, kulit bebek dipompa agar menggelembung (agar renyah saat dipanggang) lalu dibumbui dan dipanggang dalam tungku batu yang diberi kayu pohon buah.

Kelihatnya rumit tetapi inilah salah satu seni kuliner yang sudah teruji berabad-abad. Karena itu bukan tak mungkin, begor Jawa Timur dan begor Jawa Tengah bisa naik daun dan dipasarkan seantero dunia seperti bebek Peking. Hmm... kok sudah terbayang gurihnya begor ya. Sambil makan begor tentu saya akan merayakan cinta. Ya cinta begor! Happy Begor! Happy Valentine! (dev/Odi)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads