Kalau bicara soal pangan kita pastilah tak bisa lepas dari kenangan akan almarhum mantan presiden Soeharto. Masih segar dalam ingatan saat beliau menerima penghargaan dari FAO karena Indonesia mampu berswasembada pangan. Atau saat beliau mencanangkan program diversifikasi pangan. Dalam usia sekolah saya masih teringat tentang program tersebut karena guru saya menjelaskan detil diversifikasi pangan. "Sebaiknya jangan makan nasi saja. Jangan malu kalau makan jagung," demikian pesan guru saya.
Kalau soal diversifikasi pangan, keluarga saya memang sudah memulainya dari dulu. Nenek dan ibu saya paling suka makan nasi jagung yang dalam bahasa Jawa disebut 'sego jagung'. Berupa butiran halus berwarna putih sedikit kekuningan. Beras ini dibuat dari biji jagung yang dikeringkan lalu ditumbuk halus dan dikukus. Pembantu saya Warsih dari Wonogiri dan Lastri dari Purwodadi selalu dapat tugas khusus membawa sego jagung dari kampung khusus untuk ibu saya. Nasi jagung disantap hangat-hangat dengan sayur lodeh (pakai tempe bosok) dan gereh petek plus sambal terasi. Dengan kuah nyemek-nyemek rasanya luar biasa nikmat!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain jagung, singkong juga bisa dipakai sebagai pengganti nasi. Singkong yang dikeringkan dijadikan gaplek lalu ditumbuk dan dikukus menjadi tiwul. Cara menyantap tiwul juga sama dengan nasi jagung dan nasi putih. Jika dari segi nutrisi tak ada masalah maka masalah yang utama adalah 'gengsi'! Orang kita menjadi penggila nasi, tidak kenyang kalu tidak makan nasi dan merasa sudah mapan dan bergengsi kalau makan nasi. (apalagi kalau lauknya sangat banyak dan beragam!).
Padahal gengsi tak ada kaitannya dengan soal gizi. Karena itu ada baiknya kita mulai menyesuaikan diri dengan kondisi saat ini. Harga-harga sembako membumbung, dan hampir semua kebutuhan lainnya ikut menyusul naik. Siasat sederhana yang saya lakukan, mungkin bisa Anda tiru. Saya mendapat inspirasi dari wanita Jepang yang selalu memberi campuran pada nasi putih yang dimasaknya. Alasannya sederhana, biar tidak membosankan! Karena itu mereka sangat kreatif, menanak nasi dengan campuran jagung, ubi jalar yang dipotong keil, jamur, chestnut, kacang merah, kacang polong, kacang hitam dan kentang.
Caranya sederhana, kurangi 25%-30% jumlah beras, ganti dengan ubi, kacang-kacangan dan bahan lainnnya lalu masak seperti biasa. Tampilannya jadi menarik, bahkan anak saya kegirangan melihat 'nasi baru'-nya, 'kayak nasinya Doraemon'. Dari segi nutrisi, nasi plus ini lebih kaya vitamin, mineral dan serat terutama dari sayuran, dan biji-bijian yang dicampurkan. Jika ingin menghemat bahan bakar plus lauk, bisa saja nasi langsung dimasak dengan ikan, ayam, daging dan diberi bumbu. Jadilah makanan komplet yang padat gizi.
Hari ini saya membuat nasi plus jagung manis dengan lauk balado ikan pindang plus sayur bobor bayam. Sederhana tampilannya dan rasanya suedaap! Rupanya sudah tidak perlu lagi malu makan jagung. Malahan kita harusnya malu sama jagung. Lha, gizinya bagus tapi disia-siakan, cuman berakhir sebagai pakan ayam dan sapi! (dev/Odi)