Lalitha Taylor, juru bicara 'Dietitians of Canada' mengatakan bahwa perilaku anak terhadap makanan dipelajari sejak awal kehidupan. Taylor mengatakan bahwa orang tua dapat mengatur anak mereka untuk mendapatkan hubungan yang sehat dengan makanan dengan menghindari kebiasaan tertentu.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Hadiah Kecil Terbukti Mendorong Anak Menyukai Makanan Sehat
"Jadi, misalnya jika saya melakukan sesuatu yang baik, seperti mencuci piring makanan saat makan malam atau dapat nilai bagus, saya akan mengaitkannya dengan memberikan hadiah berupa es krim atau yang lainnya. Selain prestasi, ini juga berpengaruh terhadap suasana hati saat kecewa dengan menikmati cokelat," ungkap Taylor.
Hal yang sama juga terjadi pada anak-anak, ketika kita mulai mengasosiasikan perilaku tertentu dengan hadiah kita mulai merasa bahwa makanan dapat membuat bahagia dan menjadi hadiah ketika sudah melakukan sesuatu yang baik.
Taylor mengatakan, hal ini membuat anak-anak menjauh dari makanan intuitif atau makan saat mereka merasa lapar. Ini juga bisa membuat mereka ingin makan secara emosional.
![]() |
Emotional eating atau makan secara emosional merupakan pola makan yang dilakukan seseorang bukan untuk kebutuhan fisiologis, melainkan karena faktor emosi yang sedang dirasakan.
Baca juga: Dengan Berlomba dan Diberi Hadiah Anak Lebih Mudah Konsumsi Sayuran dan Buah
Peneliti psikologi dari Aston University memperlajari berbagai praktik pemberian makanan orang tua terhadap anak-anak berusia 3-5 tahun untuk mengeksplorasi pengaruh penggunaan makanan sebagai hadiah. Kemudian mereka dievaluasi 2 tahun kemudian.
Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak cenderung makan secara emosional pada usia 5-7 tahun jika orang tua mereka menggunakan lebih banyak makanan sebagai hadiah.
Untuk menghindari hal ini, Taylor merekomendasikan untuk mengganti penghargaan makanan dengan jenis hadiah lainnya. Seperti stiker, perjalanan ke kebun binatang ataupun mainan. (msa/odi)