Masyarakat Jepang terbiasa menjalani pola hidup sehat sejak kecil. Termasuk pemilihan sajian tepat dengan porsi sesuai dan edukasi makanan sehat di sekolah.
Jepang terkenal dengan harapan hidup tertinggi di dunia. Menurut studi tebaru yang dipublikasikan The Lancet, masyarakat Jepang diperkirakan bisa hidup sampai usia 73 tahun tanpa sakit berat atau cacat. Harapan hidup mereka secara keseluruhan berada di usia 80an.
Naomi Moriyama dan suaminya, William Doyle, pun menyelidiki faktor penyebab sehatnya masyarakat Jepang sejak kanak-kanak. Hasil temuannya diungkapkan dalam buku terbaru, "Secrets of the World's Healthiest Children: Why Japanese Children Have the Longest, Healthiest Lives β And How Yours Can Too."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Inilah enam pelajaran dari keluarga Jepang yang bisa diterapkan untuk meningkatkan kesehatan sejak anak-anak:
1. Pilih makanan dengan 'kalori per gigitan' lebih kecil
Gaya khas hidangan Jepang terdiri dari semangkuk kecil nasi, sup miso dan tiga lauk pendamping yang ditempatkan dalam piring atau mangkuk kecil. Porsinya cukup untuk ikan, daging atau tahu. Sekaligus dua lauk berbasis sayuran.
Naomi tidak menyarankan mengikuti cara masak Jepang otentik. Tapi ia mendorong pola makan keluarga gaya Jepang. Diantaranya menikmati sayuran, buah, whole grain dan ikan yang kepadatan kalorinya lebih rendah. Makanan olahan dan produk yang tinggi kalori atau ada tambahan gula sebaiknya sedikit dikonsumi.
2. Praktek menahan diri secara fleksibel
Pembatasan makanan yang ketat tidak menjadi bagian gaya hidup Jepang. Anak-anak didorong menikmati makanan ringan dan camilan dengan jumlah sekaligus frekuensi tepat. Makanan pun disajikan dalam piring kecil.
"Kami penganut kuat 'flexible restrain' terhadap makanan kurang sehat, yang masuk dalam pola budaya Jepang. Silakan nikmati pizza, es krim, cookies atau keripik dengan keluarga, kami melakukannya. Tapi jaga dalam porsi kecil dan frekuensinya tidak sering," ujar Naomi.
Untuk menghindari godaan, jangan menyimpan kantung besar keripik kentang dan es krim di rumah.
3. Konsumsi nasi
Nasi menjadi makanan pokok di Jepang dan negara Asia lain. Makanan ini sangat mengisi perut dan menggantikan pilihan kurang mengenyangkan seperti roti, jelas Naomi.
"Anda sering mendengar bahwa nasi putih memiliki indeks glikemik tinggi, meningkatkan gula darah dan menambah berat badan. Namun faktanya, para ahli tidak setuju mengenai apakah indeks glikemik punya nilai mengevaluasi makanan untuk orang-orang yang tidak diabetes," sebut Naomi.
Naomi mencontohkan sushi bukanlah makanan glikemik tinggi. Sebab nasi dicampur dengan bahan lain seperti ikan, sayuran dan rumput laut.
Konsumsi makanan campuran seperti itu merupakan cara orang Jepang biasa makan nasi, sehingga dampak glikemik yang negatif bisa dikurangi atau dieliminasi. Naomi dan suaminya pun setuju dengan kebanyakan ahli yang menyarankan beras cokelat paling baik karena lebih banyak nutrisi.
4. Mulai berjalan
Masyarakat Jepang sudah membangun aktivitas fisik dalam kehidupan mereka sejak usia dini. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, lebih dari 98 persen anak-anak Jepang berjalan atau bersepeda ke sekolah.
Kebanyakan anak Jepang memenuhi rekomendasi yang menyarankan anak-anak melakukan aktivitas fisik sedang hingga kuat selama 60 menit tiap hari. Mereka mencapainya hanya dengan berjalan pergi dan pulang sekolah. Sehingga terbentuk kebiasaan olahraga teratur seumur hidup.
Jika berjalan ke sekolah tidak realistis bagi anak-anak Anda, cari cara lain agar mereka bergerak. Naomi memberi tips seperti mematikan seluruh peralatan elektronik selama satu jam di malam hari. Kemudian pergi keluar dan lakukan jalan cepat bersama keluarga. Manfaat kesehatannya bagi anak sangat luar biasa.
5. Jadilah pengatur gaya hidup anak
Salah satu hal yang muncul dari riset Naomi adalah makanan yang dipilih dan dinikmati bersama di rumah menjadi penentu kuat gaya hidup anak di kemudian hari.
Orang tua di Jepang menginspirasi anak-anak sejak masih bayi untuk mencoba berbagai makanan sehat. Termasuk berbagai jenis sayuran dan buah, ujarnya. Anak sering makan bersama keluarga sebagai kebiasaan rutin.
Sebaiknya tidak jadi orang tua "otoriter" yang melarang gula atau menawarkan hadiah makanan tak sehat. Orang tua di Jepang lebih berwibawa dengan memberi contoh pola makan sehat dan tidak bereaksi berlebihan ketika anak menolak makanan baru atau tak menghabiskan seluruh makanan di piring.
6. Kekuatan makan siang
Sekolah di Jepang mengubah anak-anak jadi pencinta makanan sehat dengan bantuan program makan siang yang terkenal di negara itu. Mulai dari Sekolah Dasar, anak disajikan suguhan makanan sehat di siang hari.
Biasanya dibuat dari makanan yang ditanam secara lokal dan disiapkan segar di tempat. Pilihan makanan tidak sehat pun tak tersedia. Naomi mengatakan dengan cara itu anak-anak belajar menyukai makanan sehat dan lezat yang ada di hadapannya.
Anak-anak juga membantu menyiapkan dan menyajikan makan siang. Sebab edukasi makanan jadi bagian kurikulum. Pelajar mengunjungi peternakan lokal dan belajar mengenai nutrisi, memasak, cara makan serta keterampilam sosial. Ini menempatkan anak pada jalur kebiasaan sehat seumur hidup, ucap Naomi.
"Pelajaran bagi orang tua di Amerika Serikat dan tempat lainnya: Anda biasanya tidak bisa memberi pengaruh pada makan siang anak di sekolah, tapi Anda bisa menjadi pemandu dan inspirasi untuk sarapan dan makan malam," tambahnya.
Β
(msa/odi)