Ini Alasan Orang Masih Ngidam Makanan Manis Meski Sudah Kenyang

Ini Alasan Orang Masih Ngidam Makanan Manis Meski Sudah Kenyang

Andi Annisa Dwi R - detikFood
Minggu, 16 Mar 2025 06:00 WIB
Ini 6 Alasan Mengapa Kamu Selalu Ngidam Makanan Manis
Foto: iStock
Jakarta -

Sekalipun perut sudah kenyang usai makan utama, banyak orang masih mendambakan makan makanan manis. Bentuk ngidam makanan ini ternyata bisa dijawab secara ilmiah. Begini penjelasannya.

Bagi sebagian besar orang, rasanya belum lengkap jika makan utama tapi tak 'ditutup' dengan konsumsi makanan manis. Karenanya mereka kerap mencari makanan manis meski perut sebenarnya sudah kenyang.

Kondisi ini rupanya tak terjadi begitu saja. Peneliti menemukan jawaban ilmiah di baliknya. Mengutip Food & Wine (8/3/2025), pada Februari 2025, peneliti dari Institut Max Planck untuk Penelitian Metabolisme di Cologne, Jerman, menerbitkan laporan baru di jurnal Science yang meneliti efek konsumsi gula setelah seseorang merasa kenyang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka menemukan bahwa neuron hipotalamus pro-opiomelanokortin (POMC) di hipotalamus bertanggung jawab atas efek ini. Hipotalamus sendiri merupakan bagian otak yang mengatur hormon dan menciptakan rasa lapar, haus, mengantuk, dan rasa kenyang setelah makan.

Hormon POMC pendorong keinginan makan manis

Cheesecake.Ternyata ada alasan ilmiah di balik mengapa seseorang mendambakan dessert meski sudah kenyang. Foto: Pinterest/ Esma

"Kami menemukan bahwa neuron POMC tidak hanya meningkatkan rasa kenyang dalam kondisi setelah makan, tetapi secara bersamaan mengaktifkan keinginan mengonsumsi gula, yang mendorong konsumsi berlebih," jelas para peneliti.

ADVERTISEMENT

Secara sederhana, tim peneliti menjelaskan bahwa sel-sel saraf yang sama dengan yang membuat kita merasa kenyang, ternyata juga memicu keinginan kita untuk makan makanan manis setelahnya.

Peneliti bahkan mengungkap bahwa hanya dengan mempersepsikan makan makanan manis, otak melepaskan ß-endorfin yang bersifat candu. Kondisi ini masuk akal secara evolusi karena gula memberikan energi cepat. Hal ini berlaku pada tikus dan manusia.

Baca halaman selanjutnya untuk tahu jawaban peneliti soal 'dessert stomach'.

Penelitian temukan jawaban 'dessert stomach'

Kondisi ngidam makanan manis usai makan utama juga disebut 'dessert stomach'. Peneliti coba menemukan alasan di balik kondisi ini melalui penelitian terhadap tikus.

Mereka menyelidiki reaksi tikus terhadap gula setelah mereka kenyang. Peneliti menemukan bahwa tikus masih ingin makan makanan manis usai makan malam.

Awalnya peneliti memberikan akses 90 menit bagi tikus untuk mengonsumsi makanan biasa. Kemudian ada tambahan 30 menit untuk mereka memilih makan makanan yang sama atau makanan tinggi gula.

Peneliti mengamati tikus hanya sedikit mengonsumsi makanan biasa pada waktu tersebut. Namun ketika mereka ditawari "dessert", asupan kalorinya meningkat lebih dari 6 kali lipat.

"Stimulasi kuat terhadap konsumsi makanan yang mengandung gula tinggi ini konsisten pada semua tikus," ujar peneliti.

Mereka menambahkan, saat tikus kenyang dan memakan gula, sel-sel saraf ini tidak hanya melepaskan molekul sinyal yang merangsang rasa kenyang, tetapi juga salah satu zat adiktif yang diproduksi tubuh bernama ß-endorfin.

"Hal ini bekerja pada sel saraf lain dengan reseptor opiat dan memicu perasaan puas yang menyebabkan tikus mengonsumsi gula bahkan hingga melebihi rasa kenyang," ujar peneliti.

Mereka mengatakan, jalur opioid spesifik ini diaktifkan hanya saat tikus mengonsumsi gula tambahan, bukan saat mereka mengonsumsi makanan biasa atau berlemak.

Peneliti juga menemukan kondisi serupa ketika mereka melakukan penelitian pada manusia sebagai partisipannya. "Dari sudut pandang evolusi, ini masuk akal. Gula jarang ditemukan di alam tetapi menyediakan energi dengan cepat. Otak diprogram untuk mengendalikan asupan gula setiap kali gula tersedia," ungkap Henning Fenselau, pemimpin kelompok penelitian di Max Planck Institute for Metabolism Research.

Dampak penelitian untuk obesitas

Ilustrasi pria obesitasHasil penelitian tentang 'dessert stomach' diharapkan bisa membantu masalah obesitas. Foto: iStock

Penelitian ini harapannya tak sekadar menjawab fenomena 'dessert stomach', tapi juga berguna dalam perawatan obesitas.

"Sudah ada obat yang memblokir reseptor opiat di otak, tetapi penurunan berat badannya lebih sedikit dibandingkan dengan suntikan penekan nafsu makan," kata Fenselau. "Kami yakin bahwa kombinasi dengan obat-obatan tersebut atau dengan terapi lain bisa sangat bermanfaat. Namun, kami perlu menyelidiki hal ini lebih lanjut," tutupnya.

Halaman 2 dari 2
(adr/odi)

Hide Ads