Dilansir dari The Daily Meal (18/10), baru-baru ini Jamie Oliver berkolaborasi dengan para peneliti di Inggris untuk selenggarakan sebuah studi. Studi menyarankan menaikkan harga minuman manis demi membatasi keinginan konsumen terhadap pilihan menu tak menyehatkan ini.
Ketika harga minuman manis dinaikkan sebesar 10 pence (sekitar Rp 1.781), penjualan minuman ini turun 9%. Adapun minuman yang dikenakan pajak adalah minuman kemasan dengan gula buatan dan minuman soda, bukan minuman yang dibuat restoran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Sebagai alternatif, jaringan restoran Jamie Oliver menawarkan minuman lebih sehat seperti infused-water buah dan spritzers. Hasil penjualan minuman ini nantinya akan didonasikan untuk badan amal.
Baca juga: Naikkan Pajak Gula Minuman hingga 50 Persen, Efektif Turunkan Angka Obesitas di Inggris
Menyoal penelitian yang dilakukan Jamie Oliver, para pakar menyebut banyak hal mempengaruhi tingkat pembelian konsumen sehingga diperlukan penelitan lebih lanjut untuk menunjukkan hal-hal yang dapat mendorong konsumen untuk memilih makanan yang lebih sehat.
Ditambah lagi, penelitian Jamie Oliver hanya menyasar pelanggan spesifik yang mungkin cenderung membuat pilihan lebih sehat dibanding pelanggan restoran berjaringan. Dengan demikian, hasil penelitian ini tak bisa disimpulkan berlaku untuk industri restoran secara umum.
![]() |
Baca juga: Usai Pilpres, Banyak Negara Bagian AS Setujui Pajak Minuman Bersoda
Namun hasil penelitian Jamie Oliver sejalan dengan inisiatif pemerintah Inggris yang memberlakukan pajak gula untuk minuman soda seperti Coca-Cola dan Pepsi.
"Pajak kecil yang diberlakukan untuk minuman manis di restoran, ditambah dengan aktivitas pendukung lain, memiliki potensi untuk mengubah pola pembelian konsumen," pungkas Steven Cummins selaku pemimpin studi.
(adr/adr)