National Obesity Forum and the Public Health Collaboration di Inggris memperingatkan diet rendah lemak dan usaha menurunkan kolesterol untuk tujuan cegah obesitas bisa membawa konsekuensi negatif bagi kesehatan. Organisasi bahkan menyerukan revisi besar-besaran pedoman diet saat ini.
Mereka mengatakan fokus diet rendah lemak gagal mengatasi krisis obesitas di Inggris. Sementara itu melahap camilan diantara waktu makan utama justru membuat seseorang gemuk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Dalam sebuah laporan, mereka berpendapat bahwa lemak jenuh tidak sebabkan penyakit jantung. Produk dairy penuh lemak termasuk susu, yoghurt, dan keju sebenarnya bisa melindungi jantung dan menurunkan risiko diabetes.
Makanan olahan berlabel rendah lemak, ringan, rendah kolesterol, atau terbukti menurunkan kolesterol justru sebaiknya dihindari untuk mencegah obesitas. Penderita diabetes tipe 2 lebih dianjurkan makan makanan kaya lemak sehat dibanding berfokus makan satu jenis karbohidrat. Laporan juga menyebut gula sebaiknya dihindari. Orang-orang perlu berhenti menghitung kalori.
Diet tinggi lemak sehat dianggap sebagai cara paling efektif sekaligus pendekatan paling aman untuk mencegah kenaikan berat badan dan membantu usaha penurunan berat badan. Juga memangkas risiko penyakit jantung.
"Makanan paling alami dan bergizi seperti daging sapi, ikan, telur, produk dairy, kacang-kacangan, biji-bijian, zaitun, dan alpukat semuanya mengandung lemak jenuh. Pedoman gizi yang menyuarakan pembatasan asupan lemak nyatanya membuat orang-orang menjauh dari makanan bernutrisi seperti ini," sebut laporan.
![]() |
Penulis laporan juga berpendapat bahwa ilmu makanan telah dirusak olah pengaruh komersial. Mereka mencontohkan loyalitas ilmuwan yang bisa "dibeli" pengusaha rokok sehingga mereka tidak mengaitkan kebiasaan merokok dengan kanker paru-paru.
Para penulis laporan juga memberitakan baru-baru ini Eatwell Guide dari Public Health England (PHE) diproduksi dengan campur tangan sejumlah orang-orang dari industri makanan dan minuman.
Dikutip dari Independent (23/05), Profesor David Haslam selaku Ketua National Obesity Forum mengatakan, "Sebagai dokter yang menangani pasien setiap hari, saya segera menyadari panduan makan tersebut menyarankan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak. Ini sangat buruk."
Menurutnya upaya saat ini telah gagal. Terbukti dari makin tingginya tingkat obesitas dan tidak adanya pengurangan meskipun pemerintah dan ilmuwan sudah berusaha melakukan yang terbaik.
Sementara itu Dr Aseem Malhotra selaku konsultan ahli jantung dan pendiri Public Health Collaboration mengatakan panduan makan saat ini mempromosikan makanan rendah lemak. Hal ini mungkin menjadi kesalahan terbesar di sejarah medis modern yang menghancurkan kesehatan masyarakat.
"Sayangnya saran tidak membantu ini terus diabadikan. Dalam pandangan saya, Eatwell Guide terbaru dari PHE lebih terlihat seperti bom waktu metabolik bukan panduan pola diet untuk kesehatan yang baik. Kita harus segera mengubah pesan pada publik untuk mengatasi obesitas dan diabetes tipe 2," tutur Dr Aseem Malhotra.
![]() |
Profesor John Wass dari Royal College menginformasikan apa yang dibutuhkan untuk atasi obesitas adalah diet seimbang, aktivitas fisik secara teratur, dan mempertahankan berat badan yang sehat.
Menanggapi hal ini Dr Mike Knapton selaku Direktur Medis di British Heart Foundation (BHF) menyebut laporan National Obesity Forum and the Public Health Collaboration penuh dengan ide dan pendapat. Namun tidak menawarkan pembahasan yang kuat dan komprehensif.
Ahli gizi di PHE, Dr Alison Tedstone berujar, "Menyerukan orang untuk makan lebih banyak lemak, memangkas karbohidrat, dan mengabaikan kalori adalah hal yang tidak bertanggung jawab. Tidak seperti laporan penuh pendapat ini, para ahli independen kami meninjau semua bukti yang ada. Termasuk memeriksa ribuan karya ilmiah dan memastikan tidak ada bias."
Profesor Naveed Sattar dari Universitas Glasgow mengingatkan headline utama laporan yang menyerukan makan lebih banyak lemak bersifat sangat kontroversial. "Ini bisa berdampak negatif bagi kesehatan masyarakat," pungkasnya.
(adr/odi)