Dalam studi perdana yang dipublikasikan pada Senin (01/09/2014) di jurnal Nutrition & Diabetes, peneliti membuktikan mengubah pola makan bisa mengubah reaksi otak pada makanan kalori tinggi dan rendah. Studi ini dikatakan bisa menjadi solusi obesitas yang melanda dunia.
“Hidup kita tidak dimulai dengan mencintai kentang goreng dan membenci pasta whole wheat. Kondisi ini terbentuk seiring berjalannya waktu sebagai respon mengonsumsi makanan junk food berulang- ulang,” tutur Susan Roberts selaku kepala penulis dan kepala Department of Agriculture Energy Metabolism Laboratory Amerika Serikat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti dikutip dari CNN (02/09/2014) grup eksperimental berpartisipasi dalam program intervensi perilaku yang terdiri dari pengontrolan porsi menu dan sesi grup pendukung. Partisipan diminta menurunkan asupan kalori 500- 1000 kalori per hari dan mengikuti diet tinggi serat dan protein untuk menghindari kelaparan dan ngidam.
Setelah enam bulan, partisipan yang ada dalam grup eksperimental berhasil menurunkan berat badan 6,3 kg dan grup kontrol 2,3 kg. Kedua grup lalu menjalani lagi scan fMRI lalu dierlihatkan makanan seperti sandwich kalkun dengan roti whole wheat dan kentang goreng.
Tim peneliti melihat bagaiman otak partisipan merespon foto tersebut, terutama bagian stritatum yang behubungan dengan sistem penghargaan otak. Grup eksperimental tidak menunjukkan aktivitas berlebih pada stritatum saat ditunjukkan makanan tinggi kalori dan aktivitas lebih tinggi pada makanan rendah kalori. Hasil ini tidak berlaku pada grup kontrol.
“Masih banyak penelitian yang harus dilakukan dengan melibatkan lebih banyak partisipan, tindak lanjut jangka panjang, dan meneliti lebih banyak area dalam otak. Tapi, kami sangat mendorong program penurunan berat badan untuk mengubah makanan yang menggoda untuk masyarakat,” tambah Susan.
(dni/odi)