Kesimpulan ini didapat oleh peneliti dari University of Guelph, Kanada, setelah melakukan percobaan terhadap tikus. Hewan-hewan ini diberi makanan yang mengandung sirup jagung tinggi fruktosa (high-fructose corn syrup) dalam kadar berbeda-beda.
Tikus percobaan dapat menggerakkan tuas untuk mengontrol seberapa banyak sirup yang mereka terima. Semakin tinggi konsentrasi sirup, semakin keras tikus bekerja untuk mendapatkannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Leri yakin, kerentanan terhadap kecanduan dapat menjelaskan mengapa sebagian orang obesitas dan sebagian lagi tidak, padahal sirup jagung tinggi fruktosa tersedia secara luas.
Produk ini terdapat dalam roti, sereal, cracker, sampai buah, sayur, dan tuna kalengan. Bedanya, jika konsumsi narkoba umumnya dilakukan secara sadar, konsumsi sirup jagung tinggi fruktosa seringkali tidak disadari.
Sebelumnya sudah ada beberapa studi terkait efek sirup jagung tinggi fruktosa. Bahan pemanis ini dituding sebagai penyebab berbagai penyakit, mulai epidemi obesitas, diabetes, hingga penyakit hati.
Peneliti dari Princeton University pada 2010 menemukan bahwa tikus yang diberi makanan manis menjadi gugup dan cemas ketika gulanya dihilangkan. Keadaan hewan tersebut mirip dengan jenis stres yang dirasakan orang ketika menarik diri dari nikotin dan morfin.
"Jika makan gula berlebihan adalah bentuk ketagihan, seharusnya ada efek jangka panjang di otak pecandu. Ngidam dan kambuh adalah komponen kritis dari kecanduan. Kami sudah dapat menunjukkan perilaku ini pada tikus yang makan gula berlebih dengan sejumlah cara," ujar Profesor Bart Hoebel dari Princeton University yang sudah meneliti tanda kecanduan gula pada tikus selama bertahun-tahun.
Menurut Kessler, mengonsumsi gula menimbulkan perasaan senang. "Hal ini memberikan kebahagiaan sementara. Ketika Anda menyantap makanan yang sangat hedonis, makanan tersebut mengambil alih otak Anda," katanya.
Apakah Anda setuju bahwa makanan dan minuman manis bikin ketagihan seperti alkohol, rokok, dan bahkan narkoba?
(fit/odi)