Gokil! 5 Makanan Ini Pernah Memicu Terjadinya Perang Besar

Gokil! 5 Makanan Ini Pernah Memicu Terjadinya Perang Besar

Diah Afrilian - detikFood
Kamis, 04 Des 2025 19:00 WIB
Rempah asli Indonesia
Foto: Getty Images/michael nero jonnes
Jakarta -

Di balik rasa lezatnya, ada beberapa makanan yang pernah memicu peperangan. Sampai-sampai antar dua negara mengalami perang besar demi memperebutkannya.

Dalam sejarah peradaban manusia, makanan bukan sekadar kebutuhan untuk bertahan hidup. Pada beberapa waktu, bahan pangan justru menjadi simbol kekuasaan, kemakmuran, dan kendali ekonomi.

Semakin bernilai sebuah komoditas, maka semakin besar pula kemungkinan perebutannya memicu ketegangan antarwilayah. Tidak sedikit konflik dunia yang berakar pada persaingan mendapatkan sumber makanan tertentu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menariknya, masing-masing makanan memiliki latar belakang unik yang mencerminkan dinamika geopolitik pada zamannya. Semuanya menunjukkan betapa pentingnya makanan dalam sejarah dunia.

ADVERTISEMENT

Berikut ini 5 makanan yang pernah memicu perang besar:

Minum Red Wine Disebut Picu Sakit Kepala, Peneliti Temukan PenyebabnyaWine pernah jadi komoditas yang diperebutkan Perancis dan Spanyol. Foto: Getty Images/dikushin

1. Wine

Pada masa kolonial Prancis dan Spanyol, wine bukan sekadar minuman elegan. Minuman ini menjadi komoditas ekonomi yang sangat menguntungkan.

Wilayah yang dapat menghasilkan wine berkualitas tinggi memiliki nilai strategis, sehingga perebutannya menjadi sumber konflik berkepanjangan. Salah satu ketegangan yang paling terkenal adalah Phylloxera Crisis pada abad ke-19.

Ketika ladang wine di Prancis hancur oleh hama, negara tersebut sangat bergantung pada suplai luar negeri. Situasi ini memicu konflik dagang dengan Spanyol dan Italia yang kemudian berubah menjadi ketegangan diplomatik.

2. Kepiting Biru

Kepiting biru atau blue crab pernah menjadi sumber konflik antara negara bagian Maryland dan Virginia di Amerika Serikat. Ketika populasi kepiting menurun, perebutan hak tangkap pun semakin memanas.

Ketegangan ini memuncak pada apa yang dikenal sebagai The Crab Wars. Masing-masing negara bagian memberlakukan peraturan penangkapan yang berbeda, dan sering saling tuduh melanggar batas wilayah.

Kapal patroli kedua wilayah bahkan beberapa kali terlibat insiden saling kejar di perairan yang disengketakan. Pemerintah federal akhirnya turun tangan untuk menyelesaikan konflik ini melalui perjanjian pengelolaan bersama.

3. Rempah-rempah

Rempah-rempah adalah komoditas yang paling terkenal memicu perang besar. Pada masa kejayaan perdagangan dunia, cengkeh, pala, lada, dan kayu manis memiliki nilai lebih tinggi daripada emas.

Eropa sangat mendambakan akses langsung ke sumber rempah-rempah di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Kedatangan bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda ke kawasan Nusantara bukan semata-mata penjelajahan, tetapi misi besar untuk memonopoli komoditas rempah.

Hal ini melahirkan berbagai peperangan dengan kerajaan lokal dan antarbangsa Eropa sendiri. Pulau-pulau seperti Banda menjadi saksi betapa tragisnya perebutan rempah hingga mengorbankan banyak nyawa.

5 Fakta Sisi Kelam Garam yang Berfungsi Melezatkan MakananPernah ada perang garam yang dipimpin Mahatma Gandhi pada 1930. Foto: Getty Images/simarik

4. Garam

Garam menjadi bahan dapur yang kini murah dan mudah didapat. Sementara dulu adalah komoditas strategis yang menentukan kekuatan ekonomi.

Pada era Romawi, garam digunakan sebagai alat pembayaran dan simbol kekayaan. Konflik antar wilayah pun sering terjadi untuk mempertahankan akses terhadap garam.

Salah satu perang paling terkenal terkait garam adalah Salt March di India pada 1930. Gerakan ini dipimpin Mahatma Gandhi sebagai bentuk protes terhadap monopoli garam oleh pemerintah kolonial Inggris.

5. Ikan Cod

Perang Ikan Cod atau Cod Wars adalah serangkaian konflik antara Inggris dan Islandia pada abad ke-20. Perebutan wilayah tangkap ikan cod di Atlantik Utara menyebabkan ketegangan diplomatik hingga kapal-kapal patroli saling tabrak.

Konflik berlangsung dalam beberapa fase, terutama ketika Islandia memperluas zona penangkapan eksklusifnya. Inggris menolak klaim tersebut karena nelayan mereka telah menangkap cod di area yang sama selama bertahun-tahun.

Ketegangan meningkat, memunculkan insiden penangkapan kapal, pemotongan jaring, hingga ancaman militer. Pada akhirnya, Inggris mengalah dan mengakui batas wilayah baru milik Islandia.

Halaman 3 dari 2


Simak Video "Tekwan Nyaman Berpadu Es Sinar Garut"
[Gambas:Video 20detik]
(dfl/adr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads