Di media sosial viral potret menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di Sukabumi yang tampilannya bikin ngiler. Hal ini mendapat respons positif dari murid hingga pihak SPPG dapat surat cinta!
Deretan menu MBG viral itu dibuat oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Cikaret, Desa Kebonpedes. Dapur yang dikelola oleh Yayasan Sedia Sukses itu menjadi perbincangan warganet setelah unggahan akun Instagram @folkative menampilkan foto menu harian MBG di Sukabumi.
Dalam waktu singkat, unggahan itu dibanjiri ratusan ribu likes dan ribuan komentar pujian karena tampilan makanan yang rapi, terdapat analisi kandungan gizi, dan menarik layaknya bento box restoran Jepang. Namun di balik tampilan yang viral itu, ada proses panjang dan kerja sama lintas generasi.
"Nyangka sih bakal viral, karena dari awal kita memang menyiapkan semuanya dengan serius. Kita punya tim lengkap, dari chef, ahli gizi, sampai anak-anak Gen Z yang jadi tim kreatif. Targetnya bukan cuma viral, tapi bisa jadi contoh buat dapur MBG lain," ujar Sandra Kirana Wedaswara (32), Ketua Yayasan Sedia Sukses, saat ditemui detikJabar, Jumat (10/10/2025).
SPPG yang dikelola Sandra ini sudah berjalan sejak 21 Agustus 2025. Setiap harinya, dapur ini menyiapkan makanan bergizi untuk 3.774 siswa penerima manfaat di berbagai sekolah di Sukabumi.
Sandra mengakui, sejak awal pihaknya memang ingin mengubah persepsi masyarakat terhadap program MBG yang sempat mendapat stigma negatif di sejumlah daerah. Pada hari ini, mereka menyajikan menu MBG berupa potato wedges, mix vegetable, buah anggur, chicken steak lengkap dengan saus bbq.
"Informasi di luar kan sempat bilang MBG itu nggak enak. Nah, kita ubah dulu mindset anak-anak. Makanya kita bikin tampilan makanan yang disukai mereka. Kalau sudah suka dulu, baru kita tingkatkan lagi nilai gizinya," ujarnya.
Untuk itu, tim dapur tak hanya diisi oleh ahli gizi, tapi juga chef berpengalaman 30 tahun di dunia katering dan anak muda Gen Z yang menangani sisi visual. Kolaborasi itu menghasilkan menu yang tidak hanya bergizi, tapi juga menggoda selera.
"Chef-nya sudah terbiasa masak untuk 11 ribu porsi per hari, jadi 4 ribu porsi buat beliau itu gampang," kata Sandra tersenyum.
Dapur Disiplin dan Tertib
Setiap pagi, dapur yang luas itu mulai hidup sekitar pukul 03.00 WIB. Relawan yang berjumlah 55 orang, 47 di antaranya bagian pemorsian mulai bekerja. Mereka berasal dari warga sekitar dan tenaga profesional yang sudah berpengalaman di bidang kuliner.
Kebersihan menjadi hal yang paling dijaga. Setiap divisi memiliki tanggung jawab membersihkan ruang kerja masing-masing dan wajib melaporkannya di grup internal setiap selesai bekerja.
"Setiap divisi harus share foto ruangannya setelah beres. Kita juga sering sidak jam 10 pagi. Dulu awal-awal masih ada yang kotor, tapi sekarang semua sudah disiplin. Mereka bersih-bersih tanpa disuruh," cerita Sandra.
Bahkan, dapur ini memiliki sistem evaluasi limbah makanan setiap hari. Limbah sisa makan siswa ditimbang dan dicatat, lalu dikonsultasikan ke chef jika jumlahnya meningkat.
"Kalau limbah banyak, pasti ada yang salah. Kita evaluasi apakah rasanya kurang cocok atau tampilannya kurang menarik," tambahnya.
'Surat Cinta' dari Siswa dan Menu Spesial
Hubungan antara dapur dan siswa penerima manfaat tidak berhenti di meja makan. Setiap hari, Sandra dan tim menerima 'surat cinta' dari anak-anak sekolah, baik dalam bentuk kertas yang diselipkan di kotak makan maupun pesan online.
"Ada yang isinya doa, ada juga yang request menu. Paling banyak sih minta burger, nasi liwet, sama nasi kuning. Kita tampung dan konsultasikan ke ahli gizi. Kalau memungkinkan, kita wujudkan," ujarnya.
Suatu kali, ada siswa yang meminta buah anggur muscat, buah yang terkenal cukup mahal. Sandra sempat bimbang, tapi akhirnya tetap memenuhinya demi kebahagiaan anak-anak.
"Kita pikir masuk nggak ya dari segi biaya, tapi demi mereka senang, kita kasih juga," kata dia.
Menariknya, setiap menu yang disajikan juga punya bentuk unik. Nasi dicetak dalam berbagai bentuk, dari kura-kura, kelinci, hingga bulat sederhana. Di awal, hal ini sempat membuat tim pemorsian kebingungan karena beratnya berbeda-beda.
"Awalnya mereka bingung, tapi sekarang sudah hafal. Setiap bentuk punya catatan berat gram-nya sendiri, jadi hasilnya tetap pas," jelas Sandra.
(adr/adr)