Biaya hidup dan makanan yang sangat mahal di Swiss membuat mahasiswa ini harus berhemat dan memilih santap makanan kucing. Begini kisahnya.
Seorang mahasiswa PhD atau doktoral asal China di Swiss mendadak viral setelah mengaku memenuhi kebutuhan proteinnya dengan cara yang tidak biasa. Ia mengaku konsumsi makanan kucing.
Dilansir dari South China Morning Post (29/09/2025), pria yang dikenal di media sosial dengan nama 'The Artful Cheapskate' ini membagikan kisah hidupnya yang penuh penghematan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia berhemat demi bisa menyelesaikan studi kedokteran tingkat doktoral (S3) di negara Swiss yang dikenal dengan biaya hidup sangat mahal.
Lulusan kedokteran dari China ini sebelumnya bekerja di Shanghai dan berhasil menabung 300.000 yuan atau sekitar Rp 702 juta sebelum berangkat ke Swiss. Uang itu digunakannya untuk membiayai kuliah sendiri di salah satu lembaga riset ternama.
![]() |
"Di Swiss, mahasiswa PhD biasanya membutuhkan biaya hidup antara 1.000 (Rp 21 juta) hingga 1.500 (Rp 31,5 juta) franc Swiss per bulan," tuturnya.
Banyak mahasiswa internasional yang akhirnya menyerah di tahun ketiga karena tidak sanggup lagi dengan biaya hidup yang tinggi.
"Saya tidak bisa membiarkan hal tersebut terjadi kepada saya," ujarnya dalam wawancara dengan Meiri Renwu.
Mahasiswa ini menegaskan bahwa sejak awal sudah bertekad hidup sangat hemat, karena mahasiswa internasional di Swiss dilarang bekerja secara legal.
Salah satu strategi paling mengejutkan yang ia lakukan adalah menjadikan makanan kucing sebagai sumber protein tambahan.
"Banyak orang terkejut dengan pilihan saya. Namun, saya sudah hitung. Satu kantong makanan kucing seberat 3 kilogram harganya hanya 3,75 franc Swiss (Rp 79 ribu) dan mengandung 32 persen protein. Itu jauh lebih murah dibandingkan sumber makanan apa pun di sini," jelasnya.
![]() |
Ia bahkan menambahkan, makanan tersebut membuat rambutnya tampak lebih sehat.
"Teman-teman PhD saya banyak yang mengalami kerontokan, tetapi kandungan makanan kucing membuat rambut saya justru lebih lebat." tambahnya.
Selain itu, ia juga rajin mendonorkan darah untuk mendapatkan makanan gratis.
"Di sini, orang-orangnya sangat sangat dermawan. Ada minuman, cokelat, sandwich, sup, keripik, hingga permen jika kita ikut donor darah. Saya selalu menjadwalkan donor darah saat jam makan siang karena sup masih panas dan stok makanan melimpah. Rasanya seperti prasmanan," tulisnya di salah satu unggahan di media sosial.
Cerita unik ini memicu diskusi luas di media sosial China. Banyak netizen ikut berkomentar tentang pola makan mahasiswa ini.
"Dia benar-benar ikonik. Saya coba ikut membeli makanan kucing, tapi rasanya amis sekali dan tidak bisa saya telan," komen salah satu netizen.
"Apa perlu hidup hemat sampai begitu? Lebih baik pergi ke Jerman di akhir pekan untuk membeli daging," saran seorang netizen.
"Kalau dia menyiarkan langsung saat makan makanan kucing, pasti bisa menghasilkan uang. Lagipula, di Stasiun Kereta Zurich ada pembagian makanan gratis," pungkas netizen lainnya.
Kini setelah memperoleh beasiswa, mahasiswa ini akan meninggalkan Swiss untuk menjalani program kunjungan di Universitas Harvard, Amerika Serikat.
Ia menegaskan akan tetap berpegang pada prinsip hidup hemat dan sehat, meskipun kehidupannya akan berpindah ke Boston. Harga makanan dan biaya hidup di Boston diketahui sedikit lebih murah dibandingkan negara Swiss.
(sob/adr)