Terinspirasi kisahnya sendiri yang sulit menemukan oleh-oleh makanan halal di Jepang, pria muslim ini merintis Halalu Foods. Perusahaannya bakal memproduksi cookies halal dengan keahlian spesial orang Jepang.
Ide bisnis dapat datang dari mana saja dan dirintis oleh siapapun, termasuk anak muda. Hal inilah yang tergambar dari kisah pria 24 tahun asal Malaysia, Muhammad Mukmin Muhammad Faris.
Saat menempuh pendidikan di Jepang, keluarganya datang untuk menjenguk Mukmin. "Kami mencari kemana-mana suvenir halal, sesuatu yang lokal, sesuatu yang bisa mereka bawa pulang dengan bangga. Namun tidak ada," ujar Mukmin mengawali ceritanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Momen ini tak hanya memunculkan rasa frustrasi bagi Mukmin, tapi juga ide bisnis. Saat ini Mukmin merupakan pendiri dan CEO perusahaan Halalu Foods. Merek halal berbasis di Kyoto ini punya visi menjadi lini suvenir makanan bersertifikat halal pertama di Jepang.
Menurut Mukmin, perjalanannya bukan hanya soal bisnis, melainkan juga rasa memiliki, usaha menjembatani budaya, dan membuktikan jika iman kepada Allah SWT bisa berjalan beriringan dengan kewirausahaan modern.
Berawal tak mahir berbahasa Jepang
![]() |
Sebelum kuliah di Jepang dan merintis Halalu Foods, cerita Mukmin terkait budaya Jepang bermula dari momen sederhana di Universal Studios Singapura. Mengutip Weird Kaya (20/4/2025), saat itu ia melihat 2 gadis Jepang sedang bermasalah dengan lokernya.
Mukmin ingin menolong mereka, tapi tidak bisa bicara bahasa Jepang. Staf di sana pun tidak ada yang bisa. Momen itulah yang menjadi titik balik bagi Mukmin.
"Saya berpikir jika saya ingin benar-benar membantu orang, maka saya harus memahami mereka. Dimulai dari mengerti bahasanya," kata Mukmin.
Hal itulah yang membuat ia mantap meraih pendidikannya sampai ke Jepang. Ia mendaftarkan diri ke Universitas Utsunomiya dan mempelajari biologi.
Namun seiring berjalannya waktu, Mukmin menyadari minat sebenarnya bukan sains, melainkan sesuatu yang terkait makanan, budaya, dan hubungan antara keduanya.
Dari sarjana biologi menjadi pengusaha makanan halal
Saat di Jepang, Mukmin bertemu seorang pengusaha Jepang yang terpesona dengan kefasihan berbahasa Mukmin dan ketertarikan budayanya. Obrolan santai mereka pun berubah menjadi awal sesuatu yang jauh lebih besar.
"Ia berkata kepada saya, 'Anda akan sangat cocok untuk membantu menghubungkan Jepang dengan negara-negara lain.' Awalnya saya tidak yakin apa maksudnya, sampai saya bercerita kepadanya tentang kesenjangan halal di Jepang," ujar Mukmin.
Menurutnya, semua itu terasa pas. Seiring tingginya popularitas wisata muslim di Jepang, kurangnya kehadiran suvenir halal menjadi sebuah peluang tersendiri.
"Ini bukan hanya soal Malaysia, tapi tentang Islam. Tentang menciptakan ruang untuk muslim merasa terlihat di negara yang mereka kagumi," kata Mukmin.
Ia pun mantap merintis Halalu Foods. Produk pertama yang bakal diluncurkan adalah biskut Jepang halal yang dibuat dengan bahan lokal dan keahlian spesial orang Jepang. Produk biskuit itu juga akan dilengkapi sertifikat halal.
Mukmin berujar, "Muslim berhak merasakan budaya Jepang dan tidak sekadar menghindarinya. Halalu Foods bertujuan memberi orang sesuatu yang dapat mereka bawa pulang dengan bangga," jelasnya.
Namun, diakui Mukmin, memulai bisnis di Jepang terutama sebagai warga negara asing dan berusia muda, memiliki tantangan tersendiri.
Kisah Mukmin mengembangkan Halalu Foods masih ada di halaman selanjutnya.
Kerja keras tiap hari
![]() |
Demi membuat Halalu Foods sukses, Mukmin kerja penuh waktu dari pukul 9 pagi hingga 5 sore. Hari-harinya dimulai dengan salat Subuh, naik kereta sambil baca buku, dan kerja seharian.
Malam harinya dia tidak santai. Mukmin mendedikasikannya untuk bikin konten, merencanakan bisnis, dan rapat.
"Ini melelahkan. Namun, saya tahu jika saya ingin melakukannya dengan benar, saya memerlukan struktur dan perusahaan yang tepat," ujar pemuda tersebut.
Untuk memulai Halalu Foods, ia menghabiskan hampir RM 100.000 atau sekitar Rp 385 juta. Beruntungnya, Mukmin punya investor yang percaya padanya. Namun ia tetap harus membayar uang tersebut. "Ini adalah tanggung jawab yang besar," ujarnya.
Ia mengaku bersyukur investor percaya padanya. "Dia berkata, 'Itulah alasannya, karena kami tidak tahu ke mana kamu akan pergi, tetapi kami percaya padamu,'" ujar Mukmin mengenang masa itu.
Belajar jadi muslim yang berbisnis di Jepang
Cerita Mukmin bukan hanya tentang kewirausahaan, tapi juga identitas. Sebagai pemuda Malaysia yang merantau ke Jepang, ia mempelajari berbagai budaya di sana tanpa kehilangan jati diri.
"Di sini, setiap hal kecil penting. Cara Anda membungkuk sampai bertukar kartu nama. Dan ada budaya minum-minum dengan klien yang tidak saya ikuti. Namun, ketika saya menjelaskan alasannya, mereka menghormatinya, terutama jika Anda berbicara dalam bahasa mereka dan memahami nilai-nilai mereka," ujar Mukmin.
Diakui Mukmin, menjadi muslim yang taat di Jepang tidak selalu mudah. Namun itu bukan sesuatu yang ia kompromikan.
Mukmin mengatakan, "Saya salat lima waktu sehari, saya berpuasa selama Ramadan. Saya menggunakan aplikasi seperti Tokyo Muslim Guide, dan saya mengikuti influencer makanan halal."
Halalu Foods produksi biskuit Jepang halal
![]() |
Saat ini, produk pertama Halalu Foods sudah dalam tahap pengerjaan, yaitu biskuit Jepang halal yang dibuat untuk suvenir. Meski awalnya sederhana, produk ini memiliki tujuan.
"Saya ingin Halalu Foods dikenang sebagai merek suvenir halal terbaik di Jepang. Bukan yang terbesar. Bukan yang paling trendi. Hanya yang paling bermakna. Dan melihat perkembangannya, ini bukan masalah apakah, tetapi kapan," ungkapnya dengan yakin.
Ia bersyukur dapat dukungan dari banyak pihak, termasuk dari orang-orang baru di Jepang.