Masyarakat suku Dayak berhubungan erat dengan alam. Tak heran mereka pandai mengolah hewan liar dan hasil hutan. Ada beberapa hidangan ekstrem ciri khasnya.
Indonesia yang terdiri dari ratusan bahkan hingga ribuan suku bangsa memiliki keunikannya masing-masing. Salah satunya suku Dayang yang masih memegang teguh keseimbangan hidup bersama alam.
Seorang TikToker dengan akun @norlelaheand67 membagikan kesehariannya sebagai bagian dari suku Dayak Bulusu di Kalimantan Utara. Ia dan warga adat di sekitarnya begitu handal berburu hingga mengolah hasil hutan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Banyak hidangan-hidangan ekstrem yang hanya ditemukan di desa tempat Norlela tinggal. Walaupun tampak mengerikan justru inilah bentuk dan salah satu bukti kayanya budaya Indonesia.
Baca juga: Bar dengan Pelayan Pria Berotot yang Sensual Viral di Jepang
Berikut ini 5 hidangan ekstrem khas suku Dayak buatan Norlela:
![]() |
1. Tembiluk
Tembiluk adalah hewan molusca yang tidak memiliki tulang belakang dengan bentuk mirip cacing. Tembiluk biasanya hidup di dalam batang kayu berongga, yang pohonnya juga tumbuh subur di Kalimantan Utara.
Norlela memiliki racikan untuk memasak temiluk andalannya. Tembiluk yang sudah dibersihkan akan dicuci bersih, digarami, diberi cabai yang dihaluskan, serta perasan jeruk nipis.
Bahkan ketika kedatangan tamu dari Nusa Tenggara Timur (NTT) Norlela menantangnya untuk ikut mencicipi tembiluk. Cara mengonsumsi tembiluk juga unik, harus langsung ditelan agar isi perutnya tidak pecah ketika dikunyah.
2. Biawak
Mengolah biawak agar tak mengganggu tanaman di kebun menjadi cara Norlela untuk mengatasi hama. Norlela lebih sering memasak biawak dengan bumbu rica untuk menghilangkan amis dan mendapat rasa yang lebih kompleks.
Setelah biawak dipotong-potong, biasanya ia akan memisahkan bagian tubuh yang dapat dikonsumsi dan tidak. Bahkan tak jarang Norlela ikut memasak serta bagian kulit biawak yang cukup tebal.
Bumbu seperti bawang merah, bawang putih, cabai rawit merah hingga serai digunakan untuk memasak biawak menjadi lebih enak. Daging biawak yang dimasak setelah dipisahkan dari kulitnya sekilas memiliki penampilan mirip daging kambing.
Di halaman selanjutnya ada olahan ular hingga sop tupai.
3. Ular
Hidup berdekatan dengan hutan bukan hal yang aneh jika banyak hewan liar masuk ke pekarangan rumah. Begitu pula yang dirasakan Norlela ketika terkejut menemukan seekor ular yang masuk ke dalam jok motornya.
Tetapi Norlela memanfaatkan keahlian memasaknya untuk mengolah ular tersebut. Ular yang sudah mati dibakar dan dibersihkan kulitnya untuk kemudian dimasak dengan bumbu rica.
Uniknya seluruh bumbu dan rempah yang dibutuhkan untuk memasak ular ini diambil langsung dan masih segar dari hutan serta kebun yang ada di sekeliling rumahnya. Memasak daging ular dengan bumbu rica paling ampuh untuk menghilangkan bau amisnya.
4. Kulit Payau
![]() |
Hewan payau yang dalam bahasa Kalimantan berarti rusa menjadi salah satu buruan incaran suku dayak. Pada Suku Dayak Kenyah dikenal hidangan bernama adam faso yang terbuat dari kulit rusa, kulit babi, maupun kulit sapi yang sebelumnya sudah difermentasi.
kulit rusa yang sudah dibersihkan kemudian direbus hingga matang dan hilang baunya. Kemudian dimasak kembali bersama daun ubi dengan cara direbus layaknya membuat sop.
Untuk menambahkan rasa, Norlela menambahkan sambal hijau yang dihaluskan dengan segar. Baginya ada ciri khas rasa sendiri saat menyantap adam faso atau kulit rusa yang telah difermentasi.
5. Tupai
Sebagai pemilik kebun yang cukup luas, Norlela mengatakan tupai dianggap sebagai salah satu hama yang kerap mengganggu tanaman. Banyak warga sekitarnya yang juga sering memasang perangkap untuk menangkap tupai yang bandel.
Setelah ditangkap tak jarang tupai akan dimasak sebagai sop atau soto. Tupai yang sudah mati akan dibersihkan bulunya dan dipotong-potong menjadi bagian yang kecil.
Daging tupai kemudian dimasak bersama daun bayam dan potongan kentang. Agar lebih mantap rasanya ia menambahkan sambal kemangi serta lauk pauk pelengkap seperti tahu dan ikan goreng.
Baca juga: 5 Makanan Pedas yang Menuai Kontroversi Gegara Telan Korban Jiwa