Beberapa daerah di Indonesia yang memanfaatkan daun ganja sebagai bumbu masakan agar rasanya lebih enak. Bagaimana hal ini dalam pandangan Islam?
Tanaman ganja atau mariyuana merupakan psikotropika mengandung tetrahidrokanabinol sebagai senyawa kimia utama yang membuat penggunanya mengalami euforia.
Karena efeknya tersebut, daun ganja masuk ke dalam kategori narkoba golongan 1 menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 35 tahun 2019. Tentu, penggunaannya pun dilarang keras.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, beberapa daerah di Indonesia ada yang menggunakan daun ganja sebagai bumbu masakan. Campuran daun ganja itu dinilai dapat memberikan kelezatan tersendiri pada makanan.
Seperti di Aceh misalnya, di mana tanaman ganja banyak tumbuh subur. Tak sedikit dari masyarakat Aceh yang mencampurkan daun ganja untuk beberapa makanan tradisional khas Aceh.
Lantai bagaimana hal ini dalam pandangan Islam? Dikutip dari Halal Corner (14/10/24) berikut penjelasannya!
1. Menurut Fatwa MUI
![]() |
Secara nash, sebenarnya tidak ada ketetapan atau larangan penggunaan daun ganja. Karenanya, penggunaan daun ganja untuk bumbu masak tradisional, seperti yang dipakai di beberapa daerah Indonesia, itu diperbolehkan.
Ini sama halnya dengan daun bumbu yang lain, misalnya daun salam, daun pandan, seledri, sereh, dan lain-lain. Namun, apabila manfaatnya disalahgunakan, hukum daun ganja menjadi dilarang.
"Contoh jika daun ganja dilinting, lalu dibakar dan dihisap seperti rokok, maka itu merupakan bentuk penyalahgunaan yang dilarang. Itu karena dapat menimbulkan efek yang membahayakan," bunyi Fatwa MUI.
2. Pendapat Ulama Pertama
Dalam hal ini ada dua pandangan yang berbeda dari beberapa ulama. Pendapat pertama menjelaskan bahwa logikanya, selama daun ganja itu belum diolah menjadi zat yang memabukkan, dan bila dimakan sama sekali tidak menimbulkan efek mabuk dalam arti sesungguhnya, kecuali hanya sekadar menambah lezat, maka tidak ada alasan untuk menggolongkannya sebagai khamar.
Sebab efek mabuk tidak terjadi, meskipun dimakan banyak atau sedikit. Sedangkan efek ketagihan tentu bukan 'illah dari keharaman. Karena banyak zat lain yang bila diminum atau dimakan bisa membuat orang ketagihan, tetapi bukan termasuk khamar.
Pendapat soal penggunaan daun ganja sebagai bumbu masakan ada di halaman selanjutnya.
3. Pendapat Ulama Kedua
![]() |
Pendapat dari ulama yang kedua mengatakan bahwa daun ganja itu tetap haram hukumnya, meski digunakan bukan untuk mabuk. Karena secara umum telah digunakan sebagai zat yang memabukkan.
Ketika menjadi lintingan yang dihirup asapnya, daun itu adalah khamar dan hukumnya haram dihirup serta najis. Maka, sejak masih jadi daun di pohonnya, benda itu sudah dianggap khamar dan najis.
Pada pendapat ini, ketika digunakan untuk bumbu penyedap, tetap terhitung sebagai khamar yang haram hukumnya, meski tidak menghasilkan efek mabuk.
4. Hukum di Indonesia
Tanaman ganja paling sering disalahgunakan dengan dijadikan rokok untuk dihisap. Di Indonesia sendiri, penggunaan tanaman ini masih ilegal mengingat dampak negatifnya.
Karenanya, tanaman ganja masuk ke dalam narkoba golongan 1. Jadi, orang yang memiliki atau menyalahgunakan ganja sebagai bumbu penyedap makanan dapat dipidana penjara dan pidana denda.
Dalam jumlah terbatas, ada pengecualian penggunaan ganja, yakni untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapat persetujuan Menteri Kesehatan atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.