Berbagai cara dilakukan pria untuk menjajakan makanan favoritnya. Bermodal dapur di kamar dan ember, mantan staf keuangan ini jualan ramen dengan cara unik.
Ketika mencintai sebuah hidangan banyak orang yang melampiaskan kegemarannya dengan berbagai cara. Ada yang selalu mengonsumsinya setiap hari atau ada juga yang memilih untuk menekuni bisnisnya.
Selain dengan tujuan melestarikan dan mengenalkan makanan favoritnya ia juga dapat mengambil keuntungan dari bisnis yang dilakoninya. Tetapi seringkali keterbatasan biaya dan tempat produksi menghambat beberapa orang untuk memulai bisnis kulinernya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Uniknya, ada seorang pria yang tetap berusaha mengenalkan makanan favoritnya di lingkungan sekitarnya. Keterbatasan yang harus dihadapinya justru membuat ia lebih kreatif dan tampil unik.
![]() |
Adalah Christopher Selig yang dilaporkan oleh Inside Edition (22/7) mencoba peruntungan dari jendela kamar apartemennya. Selig mengaku dirinya terinspirasi dari sebuah restoran di Jepang yang pernah ditemuinya.
Selig memanfaatkan apartemennya yang sempit untuk membangun mesin-mesin pembuat mie ramen sekaligus dapur sederhana untuk memasak kaldu ramennya. Berlokasi di Berlin, Jerman, setiap hari ada saja orang-orang akan menunggu di bawah jendelanya untuk membeli ramen buatannya.
Tetapi cara memesan ramen di sini terlalu unik. Mereka yang hendak membeli ramen harus menunggu sebuah ember diturunkan oleh Selig dan menangkapnya. Ember tersebut digunakan untuk mengantar sepaket ramen yang sudah komplet.
Selig mengaku peruntungannya di dunia kuliner telah dicoba sejak masa pandemi sekitar 3 tahun silam. Ternyata banyak orang yang meminati ramennya sehingga ia nekat untuk lebih serius dalam menjalankan bisnisnya.
![]() |
Selig awalnya tidak hanya melakoni bisnis ini saja. Dirinya, sebelumnya, adalah seorang staf keuangan dari salah satu perusahaan di Jerman. Usai melihat usahanya diminati dengan tinggi ia akhirnya nekat untuk melepaskan karir profesionalnya.
Resep ramen yang dibuatnya juga bukan dipelajari secara sembarangan saja. Selig rela pergi ke Jepang demi belajar langsung di negara asal ramen untuk menyajikan mie yang kenyal dan kuah kaldu yang oishii.
Keunikan lainnya, ramen yang dijual oleh Selig ini sengaja tidak dihadirkan dalam bentuk siap santap. Para pelanggan harus membawa pulang sekantung ramen tersebut dan memanaskannya di atas kompor.
Mereka harus menyatukan mie dan kuah kaldu serta merebusnya sebentar hingga mie matang dan bumbunya meresap. Cara ini diakali oleh Selig untuk menyajikan mie yang segar kepada pelanggan dan agar mienya tidak terlalu lembek karena terlalu lama terendam kuah.
(dfl/odi)