Banyaknya pedagang kaki lima dirasa cukup mengganggu beberapa sudut jalanan di Jakarta. Ternyata istilah ini berasal dari pemerintah Belanda. Ini artinya.
Menemui para pedagang di tepi jalan bukan lagi hal yang aneh. Bahkan ada jam-jam tertentu seperti pagi dan sore menjelang malam lebih banyak lagi pedagang yang berjejer di tepi jalan untuk menjual makanan dan minuman yang ditawarkan.
Tempat-tempat seperti trotoar justru digunakan untuk berjualan yang semestinya menjadi fasilitas untuk pejalan kaki. Menggunakan gerobak, meja kecil, hingga sepeda para pedagang ini diberi nama dengan istilah kaki lima.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbagai arti tentang 'kaki lima' simpang siur ditafsirkan dalam banyak makna. Faktanya istilah kaki lima justru tercetus dari pemerintah Belanda yang pada masa lampau menduduki Batavia dan membuat peraturan untuk mengelola kota.
Baca juga: Geregetan Pelayan Kurang Cekatan, Wanita Ini Inisiatif Layani Tamu Resto
![]() |
Mengutip Good News From Indonesia, pemerintah Belanda di Batavia memiliki peraturan untuk membangun trotoar khusus pejalan kaki. Ukurannya ditetapkan selebar 5 feet atau 5 kaki, setara dengan ukuran 1,5 meter.
Hingga akhirnya trotoar justru dimanfaatkan sebagai tempat berjualan makanan, minuman, hingga toko kelontong. Peraturan ini konon mulai berlaku pada kepemimpinan Letnan Gurbernur Thomas Stamford Raffle di Batavia pada 1811-1816.
Dalam Historia, disebutkan juga bahwa William Liddle menjelaskan adanya keberlanjutan dari peraturan trotoar selebar 5 kaki itu. Konsep ini diterapkan oleh Raffles ketika bertugas di Chinatown, Singapura pada 1819.
Ditemukan kesamaan para pedagang kaki lima yang ada di Jakarta dan Chinatown. Tetapi asal muasal penyebutan kaki lima adalah perbedaan penafsiran bangsa Eropa dengan Bangsa Melayu melalui tata bahasanya.
"Five foot rupanya disalahmaknakan sebagai kata majemuk. Dalam menerjemahkannya ke dalam bahasa MElayu, orang membalikkan hukum MD (menerangkan-diterangkan) Inggris menjadi hukum DM (diterangkan-menerangkan) Melayu, sehingga terjemahannya bukan lima kaki melainkan kaki lima," tulis Historia melalui Mayapada, 15 Desember 1967.
Baca juga: Renyah Juicy 5 Paket Nasi Ayam Hemat di Minimarket Mulai Rp 13.000
![]() |
Sementara pada era modern banyak orang yang menyebut pedagang kaki lima mendapatkan julukan dari penggunaan gerobak. Banyak pedagang makanan kaki lima yang menggunakan gerobak beroda tiga dan ketika dijumlahkan dengan kaki penjualnya menjadi ada lima kaki.
Ada juga yang menyebut pedagang kaki lima dijuluki karena kecepatannya berlari. Alasannya didapat dari para pedagang yang kerap lari terbirit-birit menyelamatkan dagangannya ketika petugas Satpol PP datang untuk menertibkan.
Faktanya pengusiran para pedagang tidak hanya terjadi pada masa sekarang. Sejak zaman Belanda penertiban atas pedagang kaki lima sudah dilakukan oleh aparat yang bertugas pada masanya.
Beberapa pemerintah Belanda mengatakan tak nyaman jika melihat penjual kaki lima. Suasana yang kotor dan kumuh serta makanan yang dijajakan dinilai tidak bersih dan dikhawatirkan menyebar penyakit.
(dfl/odi)