Tambahkan Garam ke Makanan Berarti Tak Sopan, Ini Kata Pakar Etiket

Tambahkan Garam ke Makanan Berarti Tak Sopan, Ini Kata Pakar Etiket

Andi Annisa Dwi R - detikFood
Rabu, 10 Jul 2024 08:00 WIB
Menggarami makanan
Foto: Getty Images/ClarkandCompany
Jakarta -

Menambahkan garam ke makanan ternyata ada etiketnya. Kamu bisa dicap tidak sopan atas hal ini. Lalu seperti apa cara yang paling baik?

Beberapa orang senang menambahkan garam ke makanan mereka karena merasa kurang asin. Hal ini sebenarnya sesuai selera dan preferensi tiap orang, tapi ternyata bisa mencerminkan perilaku tidak sopan.

Mengutip Huff Post (3/7/2024), pakar etiket Nick Leighton mengungkap jika kamu datang sebagai tamu lalu menambahkan garam ke makanan buatan tuan rumah, maka bisa berarti kamu meragukan kemampuan masak mereka dan menilai makanan itu buruk.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tuan rumah yang sopan tidak akan pernah mengatakan apa pun tentang bumbu yang Anda berikan pada makanan mereka, tetapi mereka hampir pasti akan memperhatikannya dan mencatatnya," kata Leighton.

Seorang chef yang tersinggung dapat menafsirkan bahwa tindakan menambah garam ke makanan adalah bentuk bahwa kamu tidak memercayai keterampilan mereka di dapur. Beberapa bahkan mungkin berpikir hal itu menunjukkan sesuatu tentang karakter si penabur garam.

ADVERTISEMENT

Perihal menabur garam ke makanan ternyata sudah memiliki makna filosofi sejak dulu. Di Amerika Serikat ada cerita terkenal yang kerap disebut tes Henry Ford atau Thomas Edison.

Cerita ini mengisahkan dahulu seorang petinggi perusahaan kerap mengajak kandidat pelamar untuk makan malam. Jika pelamar itu memberi garam ke makanan sebelum mencicipinya, maka mereka gagal mendapat pekerjaan.

Hal tersebut dapat mengindikasikan seseorang berpikiran sempit dan membuat asumsi sebelum mengambil tindakan.

Budaya berbeda soal menambahkan garam ke makanan

Menggarami makananFoto: Getty Images/ClarkandCompany

Lantas apakah menabur garam ke makanan benar-benar tidak sesuai budaya atau norma kesopanan?

Ternyata jawabannya tidak sesimpel iya atau tidak. Menambahkan garam ke makanan atau disebut salting dalam bahasa Inggris, bisa menjadi topik rumit yang mengarah pada sensitivitas budaya.

Pakar etiket Sara Jane Ho mengutip film tahun 1993 yang sangat terkenal "The Joy Luck Club" sebagai contoh mengapa pertanyaan etiket ini dapat bergantung pada konteks budaya.

Menyajikan makanan ke seseorang adalah bentuk perhatian. "Dalam budaya China, kamu menunjukkan rasa cinta lewat memasakkan makanan untuk seseorang, seperti di budaya banyak negara lain." kata Ho.

Dalam film, dikisahkan Waverly yang merupakan orang keturunan China mengajak pacarnya, Rich untuk makan malam bersama keluarga. Ibu Waverly yaitu Lindo lantas menyuguhkan makanan.

Namun, Waverly lupa bilang ke Rich tentang budaya makan ala orang China. Biasanya sang ibu akan menghina hidangan yang paling ia banggakan dan menyebutnya "tidak cukup asin."

"Itulah isyarat bagi kami untuk memakannya dan menyatakan bahwa itu adalah yang terbaik yang pernah ia buat," kata Waverly dalam film tersebut.

Rich yang tidak tahu kalau ungkapan "tidak cukup asin" itu hanya kiasan lantas bilang, "Yang dibutuhkan adalah sedikit tambahan kecap asin." Alhasil keluarga Waverly pun kaget.

Dalam konteks di atas, Rich tentu saja tidak sengaja dan tidak bermaksud menjatuhkan masakan buatan ibu Waverly. Ia tidak tahu latar budaya di baliknya.

Ho menyimpulkan kalau perbedaan budaya di China dan Amerika Serikat ini bisa menjadi contoh bagaimana kita menyikapi perbedaan dengan bijak.

Ho mengatakan, dalam budaya China banyak komunikasi dilakukan melalui konteks dan membaca yang tersirat. Sedangkan di Amerika Serikat, semua sesuai dengan yang dikatakan.

Jadi jika ingin aman, lebih baik tidak menambahkan garam ke makanan di depan sosok pembuatnya. Ini sebagai cara menjaga kesopanan.

Ho senditi mengaku tidak akan pernah meminta garam jika ia makan di luar, terutama di restoran berbintang Michelin.

"Tentu saja ada beberapa situasi di mana Anda mungkin ingin tidak memberi garam pada makanan Anda meskipun Anda merasa perlu, seperti saat makan di rumah mertua Anda untuk pertama kalinya," tambah Leighton.

Menambahkan garam ke makanan sejatinya sesuai preferensi setiap orang. Baca halaman selanjutnya.

Di luar pandangan budaya, menambahkan garam ke makanan sebenarnya hal yang sah-sah saja karena mengikuti preferensi selera setiap orang.

Juru masak dan kreator konten asal New York, Nasim Lahbichi bilang seberapa banyak garam yang diinginkan seseorang itu bergantung pada makanan yang dinikmati selama tumbuh dewasa atau sesuai usia sekarang karena indera perasa berubah. Menurutnya, selera membumbui makanan bersifat pribadi.

Hanya saja Leighton menambahkan seseorang harus sadar bahwa tidak semua makanan dapat ditambahkan garam sesuai seleranya. Jika makanan yang disajikan adalah untuk dinikmati bersama, maka penting bertanya dulu pada orang lain yang juga akan memakannya.

Persoalan etiket lain yang muncul soal penambahan garam ke makanan bisa tercermin dari kasus ketika tuan rumah menanyakan ke tamu, apakah mereka perlu lebih banyak atau lebih sedikit menggarami sajiannya?

Menggarami makananFoto: Getty Images/ClarkandCompany

Ho bilang kamu harus hati-hati menjawab kecuali kamu adalah teman dekat tuan rumah. Jawaban paling aman adalah menggunakan preferensi pribadi bahwa saya memang suka makanan yang lebih banyak garamnya.

"Jadi tekankan pada masalah 'personal saya' bukan masalah pada 'makanan mereka'," kata Ho.

Sementara Lahbichi mengingatkan bahwa aturan umum soal menggarami makanan adalah dengan mencicipinya lebih dulu sebelum memutuskan tambah garam atau tidak.

Jadi, seperti kebanyakan pertanyaan tentang etiket, pilihan terbaik soal menggarami makanan adalah bergantung dengan siapa kamu berinteraksi.

Halaman 2 dari 2
(adr/odi)

Hide Ads