Di tengah kehidupan jalur Gaza yang dihiasi konflik, ada kisah dari tradisi minum kopi yang menjadi secuil hiburan masyarakatnya. Begini kisahnya!
Jalur Gaza di Palestina merupakan wilayah dengan panjang 41 kilometer dan lebar 10 kilometer. Jalur Gaza berbatasan langsung dengan Mesir dan Laut Mediterania.
Selama puluhan tahun, kawasan tersebut kerap mengalami ketegangan akibat aksi tidak manusiawi yang dilakukan oleh Zionis secara membabi buta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut membuat masyarakat di Gaza terkepung, seolah seperti penjara terbesar di dunia. Selain kisah konfliknya yang menyedot perhatian, masyarakat Gaza memiliki tradisi hangat dalam menikmati kopi.
1. Kedai kopi pertama di Gaza
![]() |
Dikutip dari Al-Monitor (17/01/14), orang pertama yang membuka kedai kopi di Gaza adalah Haji Hamdi Abu Shaban. Kedai kopi itu berdiri pada 1970.
Kedai kopinya bernama al-Imtiyaz. Namun, Shaban telah meninggal dunia. Kemudian, putra Shaban, Maher telah menjual toko ayahnya tersebut.
Kini ia berjualan rempah-rempah. "Sejak dulu, kopi dibawa ke Gaza bersama dengan rempah-rempah dan biji-bijian lainnya dari Brazil dan India," tutur Maher.
2. Mulai hadir kedai kopi lainnya
Seiring berjalannya waktu, kedai kopi lainnya pun mulai bermunculan di Gaza. Lebih dari 6 kedai yang berbeda bersaing memproduksi kopi di Gaza.
Salah satu yang populer adalah Delice Coffee yang berhasil mengaitkan budaya dengan kopi. Pemiliknya adalah seorang novelis, Ziyad Abdul Fattah.
"Kedai ini didirikan pada 1997, saya pikir mengapa kopi tidak dijadikan sebagai tempat budaya sebelum menjadi sekadar investasi," tutur Fattah.
Karenanya ia mendirikanDelice Coffee yang namanya diambil dari kata dalam bahasa Prancis (délicieux). Di kedainya ia juga memperkenalkan budaya kopi espresso.
3. Jadi tempat berkumpul masyarakat
![]() |
Kedai kopi tersebut kemudian menjadi tempat yang sering dikunjungi oleh penyair, seniman dan sutradara Palestina. Di sana mereka saling berdiskusi.
Biasanya mereka menikmati kopi murni atau ada yang dicampur kapulaga. Meski begitu, Fattah menceritakan bahwa industri kopi telah mengalami tahun-tahun sulit.
"Sulit untuk membawa kopi ke Gaza dan importir berjuang untuk mempertahankan cita rasa kopinya," tutur Fattah.
4. Jadi hiburan masyarakat
Lebih lanjut, Fattah juga mengatakan alasan utama popularitas kopi di Gaza adalah karena minuman tersebut diasosiasikan dengan kesedihan dan keseriusan.
Mengingat peristiwa dan situasi kehidupan di Gaza, tak jarang kita mendengar sentimen, "Saya ingin secangkir kopi, karena saya tegang dan cemas hari ini," ujar Fattah.
"Masalah sehari-hari seperti blokade mendorong masyarakat di Gaza untuk merasakan momen relaksasi dari secangkir kopi yang bisa membangkitkan suasana hati mereka," tuturnya.
Simak Video "Video: Sensasi Nyeduh Kopi Langsung dari Kebun di Puncak Gunung Muria"
[Gambas:Video 20detik]
(raf/adr)