Kembang Waru, Roti Khas Kotagede dengan Filosofi 8 Laku Pemimpin

Kembang Waru, Roti Khas Kotagede dengan Filosofi 8 Laku Pemimpin

Santo - detikFood
Senin, 05 Jun 2023 14:30 WIB
kue kembang waru
Foto: dok. detikFood
Solo -

Kembang waru merupakan roti khas Kotagede, Jogja yang masih eksis sampai sekarang. Roti yang sudah ada sejak zaman kerajaan Mataram Islam ini ternyata punya filosofi laku seorang pemimpin.

Kembang waru melambangkan bentuk roti ini yang menyerupai cantiknya bunga pohon waru. Roti ini merupakan jajanan tradisional khas Kotagede, Jogja.

Warnanya yang cokelat dan rasanya yang manis dibuat dari tepung terigu, telur ayam, gula, susu, vanili, dan mentega. Bahan-bahan tersebut dicampur menjadi adonan lalu dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk bunga waru yang sudah dioles mentega.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adonan tersebut kemudian dipanggang di oven kuno yang masih menggunakan arang sebagai bahan bakarnya.

Kembang waru punya sejarah panjang karena dipercaya sebagai warisan Kerajaan Mataram Islam. Mengutip laman Dinas Kebudayaan DIY, tidak diketahui secara persis siapa penemu roti khas Kotagede tersebut. Namun, pada zaman Mataram Islam, kembang waru selalu menjadi hidangan favorit yang selalu ada dalam setiap hajatan ataupun acara adat.

ADVERTISEMENT
kue kembang warukue kembang waru Foto: dok. detikFood

Kembang waru dibuat oleh para sahabat keraton pada zaman dulu karena di Kotagede banyak terdapat pohon waru. Selain itu bentuk bunga waru lebih mudah ditiru jika dibandingkan dengan bunga mawar atau bunga kenanga.

Awalnya, kembang waru hanya boleh dikonsumsi oleh para bangsawan dan keluarga kerajaan pada acara-acara tertentu di kerajaan. Tetapi seiring berkembangnya zaman, kue ini dapat dinikmati oleh berbagai kalangan masyarakat.

Di balik bentuknya yang cantik, kembang waru punya makna filosofis yang menarik disimak. Delapan sisinya memiliki makna delapan laku seorang pemimpin yang merupakan personifikasi dari delapan elemen unsur alam yakni tanah, air, angin, api, matahari, bulan, bintang dan langit.

Jika seorang pemimpin mampu menerapkan delapan laku tersebut, maka ia akan menjadi pemimpin yang berwibawa dan mampu mengayomi semua rakyatnya. Selain itu, terdapat pengharapan bagi siapapun yang memakan kembang waru dimana ia diharapkan akan selalu mengingat nasihat leluhur sehingga dapat menjalani kehidupan dengan penuh penghargaan.

Artikel ini ditulis oleh Santo, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.

Baca artikel selengkapnya DI SINI.




(raf/odi)

Hide Ads