Di salah satu desa Suku Anak Dalam di Jambi, terdapat industri rumahan sederhana yang memproduksi ikan asap tradisional dari ikan patin.
Suku Anak Dalam (SAD) merupakan salah satu suku asli di Indonesia yang sering disebut sebagai Orang Rimba. Suku ini merupakan minoritas di Pulau Sumatra, tepatnya di Jambi, Sumatera Selatan.
Meski beberapa orang SAD masih memilih untuk tinggal di dalam hutan dan membatasi diri dari kehidupan modern. Beberapa komunitas SAD kini lebih terbuka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satunya komunitas SAD di Desa Dwi Karya Bhakti, Plepat, Jambi. Setiap harinya mereka memproduksi ikan asap yang diberi nama 'Mina Hasop Eluk' dan dijual ke toko-toko.
Detikfood berkesempatan untuk melihat langsung proses pembuatan ikan asap ini lewat rangkaian 'Road Trip Innova Zenix 2023'.
Berikut proses pengolahan ikan asap ala Suku Anak Dalam di Desa Dwi Karya Bhakti.
1. Produksi Ikan Patin di SAD
![]() |
Dibina oleh organisasi masyarakat Pundi Sumatra, produksi ikan asap ini jadi salah satu mata pencaharian warga SAD di Desa Dwi Karya Bhakti,
"Biasanya kita olah itu ikan patin atau nila, tapi lebih banyak ikan patin. Karena kita punya penangkaran sendiri di sini, dan produksi ikan asap di sini bisa dibilang salah satu yang paling maju di daerah Jambi,"
Dalam waktu satu hari, warga SAD bisa memproduksi 30 ekor ikan asap. Ikannya pun dikemas dalam plastik kedap udara, sehingga lebih awet meski tidak menggunakan bahan pengawet.
2. Proses Pembersihan Ikan
![]() |
Alur produksi ikan asap di SAD ada enam. Pertama proses pembersihan dan pencucian, ikan patin dibelah lalu dikeluarkan isi perutnya dan dicuci bersih dengan air mengalir.
Kemudian masuk ke dalam tahap perendaman. Semua ikan yang sudah dibersihkan, direndam dalam air larutan cuka dan garam selama kurang lebih 30 menit, untuk ikan sebanyak 20 kg. Setelah itu mulai proses pengasapan, dengan menggunakan oven yang dibuat sendiri, dan bisa menampung 40-50 kg ikan dalam sekali panggangan.
Usai dipanggang ikan lalu dijemur di bawah sinar matahari selama sehari penuh. Setelah itu ditimbang, dan ikan dikemas dengan plastik menggunakan mesin vacum. Satu bungkus ikan asap ini dihargai Rp 15.000 saja.
3. Rasa Ikan Asap yang Enak
![]() |
Selain harganya yang murah, kualitas rasa ikan asap buatan SAD di Desa Dwi Karya Bhakti ini tak perlu diragukan lagi. Mereka menjual ikan asap ini ke toko bahkan lewat toko online.
"Ikan asap ini karena dasarnya sudah matang ya, itu bisa dimakan langsung. Tapi kalau di sini rata-rata orang lebih suka masak ikan asap ini dijadikan gulai, dengan daun singkong. Atau kembali digoreng lagi juga bisa, dimakan pakai sambal," ungkap Rori.
4. Dibagikan kepada Warga
![]() |
Setelah dijual ke toko dan toko online, Rori menyebutkan bahwa ikan asap ini juga dibagikan ke warga sekitar. Memang ada jatah sendiri untuk komunitas SAD.
"Untuk warga di sini, ada jatah sendiri. Satu KK dapat jatah 2-3 kg ikan asap. Tapi kita kasihnya setiap 4-5 bulan sekali. Karena warga sini kan memang terbiasa berburu. Mau berburu ikan sampai rusa, jadi memang tidak bergantung dengan ikan asap ini," sambung Rori.
Rori mengaku bahwa SAD di Desa Dwi Karya Bhakti yang pertama memiliki produk makanan untuk dijual.
"Di desa SAD lain belum pernah. Stigma masyarakat di luar sana itu menganggap kalau suku SAD ini primitif, kotor dan tidak terbuka. Tapi di sini bisa kita lihat bahwa mereka bisa berkembang selama disediakan wadahnya," pungkas Rori.
Bagi yang tertarik mencoba ikan asap tradisional ini bisa cek Instagram @minahasopeluk.
Simak Video "Video: Berkah Penjual Ikan Asap di Tuban saat Long Weekend, Raup Cuan Jutaan Rupiah"
[Gambas:Video 20detik]
(sob/odi)