Lahan pertanian semakin lama semakin berkurang. Begitu juga profesi petani yang semakin lama semakin ditinggalkan seperti di Silicon Valley, California ini.
Petani ladang menjadi lahan pekerjaan yang semakin lama semakin ditinggalkan. Generasi yang baru sangat sedikit bahkan hampir tidak ada yang ingin meneruskan profesi menjadi petani.
Bahkan sebagian besar anak petani pun pasti menginginkan pekerjaan yang lain selain petani. Pemikiran bahwa banyak pekerjaan lain yang lebih baik daripada menjadi petani menjadi salah satu yang mempengaruhi jumlah petani yang terus berkurang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya di Indonesia. Bahkan di luar negeri sekalipun yang teknologi pertaniannya sudah canggih, pasar yang mendukung hingga lahan yang masih tersedia banyak juga mengalami kekurangan petani.
Seperti yang dilansir melalui Growing Produce (4/6) Andy Mariani menjadi satu-satunya petani buah yang tersisa di Silicon Valley. Sejak tahun lalu, ia resmi menjadi satu-satunya petani setelah tetangganya memanen aprikot dan ceri dari lahan seluas 80 hektar untuk terakhir kalinya sebelum menutup lahannya.
![]() |
Silicon Valley juga menjadi tempat yang terkenal dengan pembangunan real estate yang banyak diminati. Hal ini juga membawa pengaruh besar bagi para petani untuk menjual lahannya dengan harga yang tinggi.
Mariani pindah ke Silicon Valley juga karena orang tuanya yang telah menjual lahan mereka sebelumnya di daerah Cupertino. Menurut keterangannya, lahan ini telah berubah fungsi menjadi kantor pusat sebuah perusahaan teknologi, Apple.
"Kami menjualnya seharga Rp. 130,5 Juta per hektar pada tahun 1958. Mungkin sekarang menjadi Rp. 390 juta per meter perseginya," Kata Mariani.
Alasan keluarganya pindah dari Cupertino ke Silicon Valley adalah juga karena harga tanah yang mahal saat itu. Sekarang, ia harus menghadapi rekan sesama petani buah menjual tanah mereka.
Baca juga: 5 Kisah Sukses Jadi Petani, Mantan Preman hingga Lulusan UGM
"Sebagian besar rekan petani saya sudah pensiun," kata Mariani.
Perlu diketahui bahwa Mariani saat ini sudah berusia 73 tahun. Di usia tuanya ini Mariani masih aktif mengurus ladangnya. Mulai dari menyemprotkan obat pembasmi hama pada tanaman hingga memanen pohon-pohon yang ada di kebunnya sendiri.
![]() |
Sebagian besar lahan Mariani juga ditumbuhi dengan pohon-pohon buah langka. Misalnya seperti anggur, ceri, aprikot, plum, persik dan banyak buah lainnya.
Mariani juga membuka lahannya sebagai tempat mencicip buah dan tour kebun. Hal ini bertujuan untuk membuat orang-orang bisa merasakan bibit buah andalannya yang sangat istimewa dengan rasa dan aroma yang khas.
Mariani mematok biaya sebesar Rp. 260 ribu untuk orang dewasa dan gratis untuk anak-anak dibawah usia 10 tahun. Biaya yang dikenakan ini sudah termasuk mencicip buah-buahan sebanyak yang mereka inginkan.
Selain tetap melestarikan ladangnya dan mengenalkan berbagai buah yang tidak bisa ditemukan di toko, Mariani juga mengedukasi para pengunjungnya untuk bisa memilih buah dengan cermat. Bahkan setiap tahunnya akan ada lebih dari 400 orang yang datang ke kebunnya untuk mencicip ceri, aprikot, prem, persik dan buah lainnya yang ditanam sendiri oleh Mariani.
"Kami mencoba memberikan sesuatu yang lebih mendidik dibandingkan tur pertanian biasa. Kami mencoba sesuatu yang lebih canggih karena ini Silicon Valley," kata Mariani.
Melalui cara yang ia lakukan, Mariani berharap orang-orang akan lebih peduli terhadap pertanian dan minat untuk menjadi petani buah kembali meningkat. Bahkan pada tur tersebut juga diikuti oleh ahli geologi, dokter, pengacara, insinyur hingga seorang profesor sejarah pernah mendatanginya.
Silicon Valley juga cukup menarik bagi ahli sejarah karena memiliki sejarah tentang buah yang cukup banyak di daerah ini. Secara langsung sejarah tersebut akan diceritakan oleh penduduk setempat bahkan Mariani sendiri.
![]() |
Selain dari yang disebutkan, saya tarik utama yang ada di Silicon Valley adalah organisasi California Rare Fruit Growers (CRFG) atau petani buah langka California yang menarik bagi banyak komunitas. Silicon Valley menjadi tempat dimana organisasi petani buah-buahan langka tersebut dibentuk.
Buah-buah yang ditanam oleh Mariani di ladangnya ini juga memiliki pasar-pasar yang tinggi. Mulai dari para koki profesional, produsen permen, toko roti, produsen beer semuanya menjadi pelanggan buah dari perkebunan Mariani.
Menurut informasi yang didapatkan oleh detikcom (6/4) penerapan penanaman secara organik bahkan tak jauh lebih sehat dibandingkan fungisida yang digunakan oleh Mariani. Dibandingkan dengan fungisida organik yang lebih ramah lingkungan, fungisida yang digunakan oleh Mariani akan jauh lebih melindungi buah-buahan namun tetap aman bagi kondisi tanah dan lingkungan sekitar.
"Ini (fungisida) yang digunakan dapat membunuh patogen dengan cepat dan ketika jatuh ke tanah akan langsung hancur bahan kimianya. Tetapi jika lebih mementingkan keamanan makanan memilih yang organik akan lebih baik," kata Mariani.
Baca juga: Salut! Mantan Preman Ini Sekarang Diakui Sebagai Petani Panutan
(dfl/odi)