Bau nyale sudah jadi tradisi yang dilakukan turun temurun oleh masyarakat suku Sasak di Lombok. Momen ini berlangsung satu tahun dalam sekali dan biasanya digelar antara bulan Februari dan Maret.
Dalam bahasa Indonesia, bau nyale artinya adalah menangkap cacing. Bukan cacing sembarangan karena jenis cacing laut yang satu ini terbilang istimewa. Bau nyale selalu dikaitkan dengan legenda dan mitos yang dipercaya oleh masyarakat.
Berlokasi di Pantai Seger, Lombok upacara bau nyale jadi pesta rakyat yang kini juga dijadikan sarana untuk menggaet wisatawan. Tak hanya pengalaman menangkap, si nyale alias cacing laut ini juga biasa disantap dan jadi makanan kaya nutrisi.
Berikut 5 fakta menarik seputar bau nyale.
1. Cerita legenda
Foto: istimewa
|
1. Cerita legenda
Tidak ada yang tahu pasti kapan tradisi bau nyale pertama kali dilakukan tapi dipercaya sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Bagi masyarakat Lombok, tradisi bau nyale mengandung nilai sakral.
Bau nyale sendiri termasuk tradisi yang kental dengan kisah cerita rakyat yang dipercaya Suku Sasak di Lombok Tengah. Kisah rakyat ini menceritakan tentang Putri Mandalika yang dipercaya menjelma menjadi cacing nyale dan muncul di Pantai Lombok sekali setiap tahun.
Dikisahkan, Putri Mandalika ini punya paras yang cantik dan jadi perebutan para pangeran. Putri Mandalika adalah anak dari pasangan Raja Tonjang Beru dan Dewi Seranting yang dikenal bijaksana. Ketika Putri Mandalika beranjak dewasa, ia menjadi perebutan para pangeran dari berbagai kerajaan.
Disukai banyak pangeran justru membuat Putri Mandalika merasa tak nyaman. Demi menghindari perebutan dirinya, Putri Mandalika mengumpulkan semua pangeran untuk berkumpul di Pantai Kuta, Lombok.
Alih-alih menggelar sayembara, Putri Mandalika malah memilih untuk terjun dari pinggir batu karang. Keberadaan Putri Mandalika tidak pernah ditemukan namun saat itu justru muncul ribuan cacing cantik berwarna-warni yang dipercaya sebagai jelmaan Putri Mandalika.
Baca juga : Ini Dia Nyale, Cacing Laut yang Gurih Enak Santapan Khas Suku Sasak
2. Berlangsung setiap tahun
Foto: istimewa
|
2. Berlangsung setiap tahun
Tradisi bau nyale digelar setiap tahun karena cacing laut ini hanya muncul satu kali dalam setahun. Periode kemunculannya tidak bisa ditentukan namun kerap kali terjadi pada tanggal 20-an bulan Februari hingga awal Maret.
Masyarakat percaya, dahulu Putri Mandalika mengumpulkan para pangeran dan rakyat pada tanggal 20 bulan ke-10 menurut perhitungan kalender suku Sasak. Kejadian itu terjadi saat dini hari menjelang subuh.
Hingga saat ini, tradisi bau nyale juga dilakukan malam hari hingga pagi. Warga berduyun-duyun pergi ke pantai untuk mencari dan menjaring nyale sebanyak-banyaknya. Ribuan cacing yang muncul di tepi pantai ini juga dipercaya sebagai ungkapan dari Putri Mandalika.
Kabarnya, sebelum Putri Mandalika menceburkan diri ke laut, ia mengatakan akan menjadi nyale (cacing) yang bisa dinikmati bersama. Artinya, tidak perlu lagi para pangeran memperebutkan dirinya.
3. Diikuti ratusan orang
Foto: istimewa
|
3. Diikuti ratusan orang
Tradisi bau nyale dianggap sebagai ungkapan rasa sayang masyarakat kepada Putri Mandalika. Ratusan orang akan berdatangan ke pantai Kuta, Lombok saat dini hari.
Dengan membawa beragam wadah, masyarakat menjaring nyale dari bibir pantai. Sekali muncul, nyale seperti 'memenuhi' air pinggir pantai. Masyarakat harus cekatan menangkap nyale dan menyimpannya dalam wadah.
Ketika matahari mulai terbit, nyale akan perlahan menghilang dari air laut. Tradisi adat yang rutin digelar ini juga sekaligus menjadi daya tarik bagi wisatawan. Banyak wisatawan yang sengaja datang ke Lombok untuk mengikuti tradisi bau nyale.
4. Cara menyantap cacing nyale
Foto: istimewa
|
4. Cara menyantap cacing nyale
Cacing nyale bisa disantap langsung dalam keadaan mentah ataupun dimasak menjadi olahan hidangan. Biasanya masyarakat akan melahapnya usai menangkap nyale. Cacing laut yang segar ini punya rasa gurih dan manis.
Bentuk tubuhnya yang memanjang dan teksturnya yang licin membuat sensasi makan nyale seperti menyantap mie basah. Tapi banyak juga yang membawa tangkapan nyale untuk dimasak.
Di Lombok, nyale kerap diolah dengan cara ditumis. Meskipun dimasak tanpa bumbu, nyale diyakini punya rasa yang lezat dan gurih. Selain ditumis, nyale juga dimasak menjadi sambal nyale yang dikenal dengan nama bokosawu nyale. Atau bisa juga diolah jadi nyale pa'dongo yakni nyale yang dimasak dengan aneka bumbu dan tambahan kelapa parut.
Baca juga : Ini Kuliner Ekstrem dari Sumbawa, Sambal Nyale dari Cacing Laut
5. Kandungan nutrisi cacing nyale
Foto: istimewa
|
5. Kandungan nutrisi cacing nyale
Nyale memiliki kandungan protein yang jauh lebih tinggi dari telur ayam dan susu sapi. Tak hanya protein, nyale juga mengandung fosfor dan kalsium yang jauh lebih tinggi dari susu sapi.
Melihat kandungan nutrisi yang sangat tinggi, tak heran kalau masyarakat Lombok selalu antusias menangkap nyale untuk dijadikan santapan. Nyale juga dipercaya bisa mengobati berbagai masalah kesehatan namun masih harus melewati serangkaian penelitian.
Cacing yang masuk dalam jenis polychaete ini memang punya habitat hidup di laut, namun kerap ditemukan juga di sungai dan danau. Melihatnya sekilas memang agak menggelikan, namun kalau sudah menyantap rasanya dijamin ketagihan. Penasaran dengan rasa nyale?
Halaman 2 dari 6