Terkenal sebagai pusat perdagangan sekaligus Pecinan yang sudah ada sejak abad 17, Glodok hingga saat ini masih menjadi destinasi favorit bagi banyak orang yang ingin mencicipi aneka makanan enak, hingga mengenal warisan budaya dan sejarah Jakarta tempo dulu.
Di antara banyaknya bangunan tua yang penuh dengan sejarah, ada Pantjoran Tea House yang ada di Jalan Pancoran, Glodok, Jakarta Barat. Tempat minum teh ini dibuka pada tahun 2015, namun gedungnya sendiri sudah ada sejak tahun 1635 atau berusia 385 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca Juga: Di Kawasan Pecinan Bisa Menikmati Teh China Bersama Dim Sum
Bangunan Klasik Penuh Sejarah
Foto: Istimewa
|
Dilansir dari situs Pantjoran Tea House (13/01) tradisi ini merupakan hasil gagasannya dengan sang istri, saat itu Gan Djie memiliki gedung perkantoran yang cukup besar, di mana banyak orang-orang yang singgah di depan kantor Kapitan untuk beristirahat atau sekedar berteduh. Gan Djie pun memutuskan untuk menyediakan minuman teh gratis bagi orang-orang yang lewat.
Gan Djie dan istrinya setiap hari menyiapkan 8 teko teh dengan beberapa gelas, yang diletakkan di depan kantornya, dan bisa diambil sepuasnya. Dari sana lah bangunan kantor milik Gan Djie ini mulai terkenal di kawasan Glodok.
Teh Gratis yang Ikonik
Foto: Dok. Pantjoran Tea House/detikFood
|
Penyediaan teh ini lama-lama semakin terkenal, dan menjadi salah satu ciri khas di Glodok pada saat itu. Orang tak lagi hanya meminum teh di sana, bahkan barisan teko dan gelas sederhana itu sudah menjadi petunjuk atau informasi ketika orang-orang ketika mencari kantor Kapitan.
Bahkan teh gratis ini menjadi ikon di Glodok, sehingga pada saat itu muncul sebutan 'Patekoan' di wilayah kantor Kapitan. Patekoan ini diambil dari bahasa China, yang memiliki arti teko teh.
Toko Obat Tertua di Jakarta
Foto: Dok. Pantjoran Tea House/detikFood
|
Meski Gan Djie sudah tidak menempati bangunan itu lagi, tapi Lin Chei Wei selaku pemilik apotik tetap melanjutkan tradisi Gan Djie dengan menyediakan teh gratis, di depan apotiknya.
Tercatat ada delapan teko yang disajikan Lin Chei Wei setiap harinya secara gratis, untuk orang-orang yang melintas di depan apotiknya.
Beralih Menjadi Pantjoran Tea House
Foto: dok.detikFood
|
Hadirnya Pantjoran Tea House seakan mengingatkan kembali dengan tradisi Gan Djie dan Lin Chei Wei, yang menyajikan delapan teko teh gratis setiap harinya. Sehingga bangunan yang dulunya identik sebagai tempat minum teh, kembali difungsikan menjadi tempat teh di era modern.
Tak hanya itu, budaya dan tradisi ngeteh ini memang cukup kuat di wilayah Glodok sejak dulu. Banyak orang Tionghoa yang menyeduh teh setiap harinya, sejak ahli botani bernama Andreas Cleyer memperkenalkan bibit teh dari Jepang pada tahun 1684.
Tempat Ngeteh yang Nyaman
Foto: dok.detikFood
|
Nuansa oriental khas Pecinan tempo dulu, dengan menu-menu teh yang masih berkiblat ke tradisi teh Fujian, di mana tradisi teh ini pun sudah cukup langka di China. Untuk menu teh andalannya ada Baihao Yinzhen, teh putih. Kemudian ada Lapsang Souchong, teh hitam dari Fujian.
Tak ketinggalan Taiping Houkui, teh hijau yang ditanam di kaking gunung Huang, di Provinsi Anhui, China. Selain ngeteh, Pantjoran Tea House juga menyajikan aneka dim sum, sup, hidangan Chinese food seperti Kodok Sayur Asin, Sapo Seafood, hingga Sapi Canton.
Baca Juga: Pantjoran Tea House: Menikmati Teh China dan Siomay Kepiting di Kawasan Pecinan
Halaman 2 dari 6