Meluasnya kopi di Sulsel, tidak lepas dari program tanam paksa Hindia-Belanda di Abad ke-19. Namun jauh sebelum masa ini, perang kopi telah berlangsung puluhan tahun di tanah Sulsel.
Baca Juga: Kopi Lokal yang Nikmat dan Murah Bisa Dinikmati di Kedai Kopi Legendaris Ini
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Peracik kopi dan pemilik Warung Kopi Toraja, Sulaeman Miting bercerita soal perkembangan kopi yang juga memiliki cerita kelam di dalamnya. Sulaeman menyebutnya sebagai 'perang kopi', jauh sebelum adanya praktik tanam paksa oleh pemerintah Hindia-Belanda.
"Perang kopi ini terjadi sekitar tahun 1800-an. Bukan dalam artian perang harga, tetapi juga perang sesungguhnya terkait kopi," kata Sulaeman saat berbincang dengan detikcom, Kamis (23/8/2018).
![]() |
Kopi jenis Arabika dikembangkan masyarakat lokal dan disebut sebagai minuman berenergi oleh penguasa setempat. Masyarakat Toraja menyebut kopi dengan nama lokal yaitu 'Kaa.'
Sementara para saudagar Arab menyebut kopi dengan nama Kawa dan asal muasal kopi yang dibawa bangsa Arab ini dari Ethopia yang di wilayah asalnyanya dinamana Qawfa.
Karena khasiat dan aromanya yang harum, penguasa-penguasa lokal, khususnya dari Kerajaan Luwu disebut mengembangkan kopi ini. Mereka bekerja sama dengan pemilik wilayah di Tana Toraja untuk mengamankan jalur distribusi dan perdagangan kopi. Wilayah pertama tumbuhnya kopi ada di Sadan dan Pulu-pulu.
![]() |
Di masa itu ada dua kubu kerajaan yang milirik kopi sebagai perdagangan utama mereka. Kubu pertama yaitu Kerajaan Sidenreng, Soppeng. Kubu kedua adalah kerajaan Luwu dan Bone.
"Kedua kubu inilah yang menjadi asal muasal terjadinya perang. Karena disebabkan oleh penguasaan kopi, maka disebut sebagai perang kopi," ucapnya.
Kedua kelompok ini masing-masing mengusai jalur-jalur perdagangan dan distribusi kopi, yang dibagi dalam dua jalur yaitu Barat milik kerajaan Sindenreng, serta jalur Timur milik kerajaan Luwuk.
Hingga kemudian jalur perdagangan Luwuk sepi karena kerajaan Sindenreng membentuk pasar yang membuat jalur perdagangan ke kerajaan Luwu sepi.
"Pemicu ini yang membuat terjadinya serangan pertama soal perebutan jalur kopi," kata Sulaeman.
Baca Juga: Kopi Kultur, Persinggahan Asyik untuk Pencinta Kopi Lokal
Tonton juga 'Menikmati Segelas Kopi di Museum Laskar Pelangi':
(sob/adr)