Sejak 2016, Michelin Guide meluncurkan panduan makan di Singapura. Restoran-restoran terpilih mendapat bintang 1, 2 dan 3 Michelin dengan bintang 3 sebagai pencapaian tertinggi. Salah satu restoran yang mendapatkan bintang Michelin adalah Candlenut.
Restoran di kawasan Dempsey Road ini berhasil mempertahankan bintang 1 Michelin tahun 2016. Candlenut makin istimewa saat menjadi satu-satunya restoran Peranakan di dunia yang mendapat bintang bergengsi ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Ditemui detikFood beberapa waktu lalu, chef Malcolm Lee rupanya menilai bintang Michelin secara berbeda. Baginya bintang Michelin hanyalah bonus dari kerja kerasnya dan tim selama ini. "Kami memulai Candlenut 8 tahun lalu sebagai restoran keluarga. Tak ada bintang Michelin saat mulai. Kami mulai dengan ide sangat sederhana. Untuk memasak masakan Peranakan dan membagikannya pada orang lain," tutur chef berkaca mata ini.
Ia melanjutkan, "Kami berubah dan berkembang. Bintang Michelin adalah bonus, bukan kemenangan untuk saya atau restoran saya sendiri. (Bintang Michelin) menjadi kemenangan untuk semua makanan tradisional turun temurun. Bangga akan pusaka sendiri, menjadi Peranakan, stick with what you love, cook from your heart."
Menurut chef Malcolm, Michelin tidak mengubah apa yang restoran lakukan. "Kami memang selalu berkembang dan berubah, bahkan sebelum bintang Michelin datang. Ini memang filosofi dari restoran, tidak pernah berhenti belajar dan meningkatkan kualitas," tuturnya.
![]() |
Soal hidangan, Candlenut menyajikan makanan Peranakan dengan sentuhan modern. Chef Malcolm berujar, "Makanan di sini sangat terpengaruh dari rasa, resep dan teknik tradisional. Meski tradisional, kami juga memberikan perspektif modern dalam makanan kami. Jadi dari segi presentasi makanan, penggunaan bahan makanan dan kombinasi makanan, kami mempertahankan prinsip masakan tersebut."
Es krim keluak jadi salah satu hidangan andalan chef Malcolm. Chef keturunan Malaysia ini mengatakan mungkin Candlenut jadi restoran pertama yang mengolah keluak menjadi dessert. "Kami mencium aroma cokelat dan kopi saat memasak keluak, jadi kami berpikir kenapa tidak mengkreasikannya jadi dessert," tuturnya beralasan.
Untuk menciptakan sajian inovatif seperti ini, chef Malcolm mendapat inspirasi dari mana saja. Ia berujar, "Inspirasi bisa dari keluarga, baca buku, traveling sangat bagus untuk saya. Untuk merasakan seperti apa berada di budaya lain dan 'membawa' apa saja yang saya suka saat pulang. Ini pembelajaran konstan."
![]() |
Saat ditanya soal tren masakan Peranakan ke depannya, chef Malcolm mengaku tidak pernah tahu atau mengikuti tren. "Saya tidak pernah mengikuti tren, saya mengikuti hati saya, apa yang saya yakini. Masa depan masakan Peranakan, hanya untuk menyajikan makanan yang disukai orang," kata chef ramah ini.
"Kita harus tulus terhadap apa yang kita lakukan dan fokus, punya right mindset mengapa kita lakukan hal ini. Makanan Peranakan punya tempat spesial di hati orang Singapura. Orang selalu ingin kembali ke asalnya, ini 'general trend,'" pungkas chef Malcolm.
(adr/odi)