Anyang adalah sajian Melayu-Deli yang makin jarang tampil dalam khasanah kuliner β kecuali pada saat bulan suci Ramadhan, ketika banyak pedagang menyajikan anyang di halaman Istana Sultan Maimoon menjelang saat buka puasa. Bersama dengan berbagai masakan Melayu langka lainnya, anyang hadir sebagai sajian setahun sekali di Medan.
Sehari-hari, beberapa rumah makan di sepanjang Jalan Amaliun, Medan, merupakan tempat yang paling berkemungkinan untuk menemukan anyang. Tidak hanya di Medan, di kota-kota lain yang merupakan basis kebudayaan Melayu β seperti Asahan, Labuhan Batu, dan Langkat β pun semakin sulit menemukan anyang sebagai hidangan sehari-hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Anyang sangat mirip dengan urap atau gudangan di Jawa. Bedanya, urap memakai kelapa parut mentah, sedangkan anyang memakai kelapa parut yang disangrai. Seringkali bahkan masih ditumbuk lagi setelah disangrai, agar lebih halus. Bila urap bumbu bumbunya diuleg atau dihaluskan, pada anyang bumbu-bumbunya hanya dicincang halus. Bumbu urap pun agak beda dari anyang. Pada anyang, menonjol sekali rasa bawang merah mentah yang dicincang halus, serta rasa asam dari perasan jeruk nipis.
Sejajar dengan gado-gado, pecel, karedok, dan lotek, bagi saya anyang memenuhi syarat untuk menjadi bagian dari fine dining nabati a la Nusantara. Melange sayur-mayur yang indah dan crunchy, diurapi bumbu yang gurih segar.
Pada dasarnya, anyang dapat dibuat dengan variasi berbagai sayuran lain. Sayuran yang banyak dipakai dalam anyang adalah: pucuk ubi (daun singkong), daun pepaya, kangkung, kacang panjang, tauge, jantung pisang, ketimun, dan lain-lain. Salah satu varian anyang yang populer adalah anyang paku (pakis) asal Asahan. Pakisnya crunchy, kadang-kadang dicampur dengan tauge. Ada pula campuran anyang dengan bunga pepaya, daun pepaya, dan bagian dalam batang pohon pepaya.
![]() |
Anyang juga dapat direncah dengan suwiran ayam panggang, ikan pari panggang, ikan, udang, kepah, teri, dan lain-lain. Pendeknya, setiap rumah memiliki anyang khas masing-masing. Favorit saya adalah anyang jantung pisang β yang resepnya saya sertakan di bawah ini. Saya juga suka anyang pari panggang. Ikan parinya tidak diasap, melainkan ikan pari segar yang dipanggang di atas bara arang.
Kini, anyang adalah sebuah identitas kemelayuan yang kian terkikis dan bertarung dengan waktu. Anyang semakin terpinggirkan, persis seperti keberadaan budaya Melayu yang juga termarjinalkan. Di Medan pernah ada sebuah rumah makan Serai Wangi yang menyajikan hidangan khas Melayu-Deli. Namun, karena sepi pengunjung, pemiliknya pun terpaksa menutup tempat makan kesayangan saya itu. Sayang, bukan?
Resep anyang saya peroleh dari salah seorang perintis Serai Wangi. Mudah-mudahan akan ada pihak-pihak yang berkepentingan untuk membantu kehadiran kembali RM Serai Wangi sebagai simbol budaya Melayu-Deli. (odi/odi)