Lama sebelum ada kreativitas yang memunculkan sop buntut goreng maupun rawon goreng, di Desa Sunggingan, Kudus, sejak tahun 1960-an sudah muncul "fenomena kuliner" yang populer disebut sebagai "Opor Sunggingan".
Secara definisi, "Opor Sunggingan" dapat disebut sebagai opor bakar β bila mengikuti analogi sop buntut goreng atau rawon goreng. Soalnya, ayam yang dimasak dalam bumbu opor itu kemudian diangkat dulu dari kuahnya, dan dibakar. Sebelum kemudian dipotong-potong dan disajikan dengan guyuran kuah opor yang dikentalkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Seperti cara memotong daging yang dilakukan para penjual nasi di lintasan Kudus-Pati ini, ayam bakar ini "dicincang" dengan menggunakan gunting. Tampaknya, cara menggunting daging dan ayam dengan gunting memang lebih praktis, karena tidak memerlukan talenan untuk memotongnya.
Ayam kampung dimasak utuh, dengan bumbu-bumbu yang dihaluskan dimasukkan ke dalam rongga perut ayam. Dalam proses pemasakan, bumbu-bumbu ini meresap ke dalam serat-serat daging ayam, sehingga membuat ayamnya sangat gurih. Setelah matang dimasak dalam bumbu opor ini, ayam dikeluarkan, ditiriskan, dan kemudian dibakar di atas bara api sampai gosong-gosong bagian luarnya.
Sisa rebusan ditambahi santan kental dan dimasak lagi hingga sebagian besar airnya menguap (reduced). Kuah opor santan kental yang mirip areh di Solo ini dipakai untuk menyiram potongan daging ayam bakar ketika dihidangkan.
![]() |
Selain opor ayam bakar, lauk pendampingnya adalah sambal goreng tahu. Hingga sekarang, belum banyak yang meniru sajian ini. Di masa liburan, warung asli Opor Ayam Sunggingan ini bisa menghabiskan 50 ekor ayam setiap hari. Banyak pesanan ayam bakar yang dibawa ke Jakarta atau kota-kota lain oleh pembelinya.
Sang Juara Dunia Bulutangkis Liem Swie King adalah pelanggan opor bakar ini. Begitu pula banyak pemain nasional bulutangkis β termasuk para juara dunia dari berbagai negara yang pernah berkunjung ke PB Djarum β pernah makan di sini. Mereka yang berziarah ke makam kramat Sunan Kudus dan Menara Kudus pun sering menyempatkan diri untuk mencicipi hidangan istimewa ini.
Banyak pula yang membawanya pulang ke kota masing-masing sebagai oleh-oleh. Resep opor bakar ini sekarang diteruskan oleh sang putra, Pak Suroso, bersama istrinya, Ibu Siti Sundari, yang sejak beberapa lama memindahkan warungnya ke bangunan yang lebih memadai di tepi jalan utama Kota Kudus. (odi/odi)