Cilok atau aci dicolok merupakan camilan khas Jawa Barat. Berbentuk bola-bola seperti bakso terbuat dari aci atau adonan tepung kanji yang direbus. Kemudian bola-bola ditusuki dengan tusuk sate dan disantap dengan saus sambal.
Layaknya penjualan cilok pada umumnya, Cilok Gajahan pun dijual pakai gerobak dorong. Namun pembeli cilok ini harus bersabar karena puluhan pembeli selalu antre untuk dilayani. Bahkan seorang pembeli terkadang harus mengantre berjam-jam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Cilok Gajahan ini milik Syahrul Guci (42), warga kelurahan Kadipaten, kecamatan Keraton, kota Yogyakarta. Cilok buatannya dinamai gajahan, karena tempat utama berjualan berada di bekas kandang gajah Keraton Yogya. Lokasinya di salah satu sudut kawasan Alun-Alun Selatan Kota Yogyakarta.
"Kenapa saya namai Cilok Gajahan? Karena tempat berjualan saya di bekas kandang gajah keraton," ujar Syahrul saat ditemui detikfood di kediamannya, Rabu (26/7/2017).
Menurut bapak dua anak ini, dia berjualan cilok di bekas kandang gajah keraton sudah 10 tahun. Waktu berjualannya di sore hari. Sementara di pagi hari dulunya dia berkeliling dari satu sekolah ke sekolah lainnya.
![]() |
"Sudah 10 tahun ini saya berjualan cilok. Dulu kalau pagi saya keliling ke sekolah sekitar sini, pas sore saya berjualan di Alun-alun (Selatan)," paparnya.
Waktu itu cilok menurut Syahrul belum setenar sekarang. Belum banyak pelanggan mampir ke gerobaknya. Tapi lambat laun ciloknya mulai mendapat kepercayaan pelanggan, sehingga berangsur-angsur jualan ciloknya ramai seperti sekarang.
"Dulu cilok belum sepopuler sekarang. Kalau ramai seperti sekarang ya hampir 5 tahun belakangan ini lah. 5 tahun ini saya juga tidak lagi berkeliling ke sekolah-sekolah, fokus jualan di alun-alun," sebutnya.
Cilok Gajahan yang dijajakan Syahrul di Alun-alun Selatan Kota Yogya rata-rata ludes dalam waktu 2-3 jam. Sementara pelanggannya tidak hanya berasal dari Kota Yogya, tapi juga dari luar daerah. Apalagi kawasan Alun-alun Selatan merupakan salah satu objek wisata di wilayah ini.
"Hari ini saya berjualan mulai jam 15.30, jam 18.00 sudah habis," ucapnya.
Syahrul mengaku memiliki resep tersendiri buat menggaet pelanggan. Ia konsisten menjaga kualitas cilok, caranya dengan memakai bahan-bahan kualitas terbaik. Namun harga yang ditawarkan tidak terlalu mahal, sehingga pelanggan puas.
"Untuk menjaga kualitas rasa, saya selalu pakai daging sapi asli, pelayanan juga harus baik, dari segi tampilan juga diperhatikan. Contohnya plastik yang saya pakai harus yang terbaik, beda dengan plastik yang dipakai (penjual) lainnya. Kecap juga pilihan terbaik," ungkapnya.
"Saya jual murah tapi enggak murahan. Satu cilok hanya saya jual Rp 250, jadi kalau beli beli 20 cilok cukup Rp 5 ribu," lanjutnya.
![]() |
Untuk sambal yang disajikan Syahrul juga tak sembarang, dia selalu pakai cabe rawit. Bahkan sekarang ini per hari dia mengaku bisa menghabiskan 7 kg cabe rawit.
"Saya susahnya kalau cabe pas mahal. Tapi saya berkomitmen untuk tidak mengurangi cabe. Saat ini dalam sehari ya habis sekitar 7 kg cabai rawit," ungkapnya.
Untuk jumlah produksi, Syahrul mengaku per hari membuat 50 kg adonan cilok dari tepung tapioka, sagu, gandung, rempah-rempah, dan daging sapi. Jumlah produksi ini sangat banyak, dibanding jumlah produksi saat Syahrul pertama kali berjualan.
"Dulu hanya habis 2-3 kg adonan tepung tapioka, sagu, gandung, daging sapi dan rempah-rempah. Kalau sekarang jumlah produksi sudah sampai 50 kg sehari, dengan 7 kg di antaranya pakai daging sapi," bebernya.
Dengan jumlah produksi sebanyak ini, Syahrul mengaku dibantu 5 orang. Sementara untuk memperlancar pemasaran, sejak awal tahun ini Syahrul mulai membuka cabang di tiga tempat, total ada empat tempat berjualan.
"Yang bantu produksi ada 5 orang, yang bantu jaga garobak ada 3. Tiga tempat jualan cilok yang baru saya buka ada di daerah Condongcatur, Jalan Kaliurang KM 9 dan di Kasihan," ungkapnya.
Saat ditanya omset per hari, Syahrul enggan menjawab. Tapi dia tak menampik omset penjualan Cilok Gajahan per harinya berkisar di angka jutaan.
"Ya ibaratnya dulu cukup untuk sehari-hari, karena pendapatan pas-pasan. Kalau sekarang per hari omsetnya jutaan lah. Alhamdulillah perekonomian saya mulai tenang, kalau anak saya mau sekolah ada uangnya," tuturnya.
![]() |
"Saya juga bersyukur bisa membuka lapangan kerja, bisa membantu tetangga yang butuh pekerjaan," ulasnya.
Seorang pembeli asal Pati, Jawa Tengah, Jumadi mengaku baru pertama kali ini membeli Cilok Gajahan di Alun-alun Selatan Kota Yogya. Mulanya dia penasaran saking banyaknya pembeli yang rela antri, sehingga dia memutuskan membeli.
"Tadi saya coba ternyata memang beda dibanding cilok yang dijual ditempat lain. Daging sapinya terasa, sambalnya juga super pedas," tutupnya.
(lus/odi)