Menyebut fried chicken enak tak bisa hanya menyebut buatan restoran berjaringan global saja. Nyatanya kini banyak merek fried chicken lokal yang dijajakan di gerobak atau mini resto.
Lokasinya mudah ditemui di kawasan perkantoran maupun perumahan. Umumnya mengusung merek-merek yang sama mengingat penjual menggunakan sistem kemitraan (waralaba).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Mampir ke salah satu gerobak fried chicken Sabana di Depok, detikFood berkesempatan melihat proses pembuatan fried chicken. Penjaga gerobak Sabana, Sukro bercerita semua bahan baku fried chicken sudah dipasok dari pusat sehingga ia hanya perlu menepungi ayam sebelum menggorengnya.
"Ayam sama tepung sudah dikirimi, jadi di sini tinggal nepungin aja," ujarnya. Dalam sehari gerobak ini bisa menghabiskan 20-23 bungkus ayam. "Satu bungkus itu isinya 9 potong ayam. Kantung-kantung bumbu juga dikirimi dari pusat," lanjut Sukro.
Adapun komposisi ayam dengan tepung adalah 3:1. Ini berarti 3 bungkus ayam dibaluri 1 bungkus tepung bumbu. Sukro menjelaskan, "Pertama, ayam dibaluri dengan tepung hingga merata. Terus dicelupkan ke air. Habis itu dibaluri lagi ke tepung, diairi lagi. Masukkan lagi ke tepung, baru digoreng."
![]() |
Jadi ada 2 kali proses pencelupan dalam air dan 3 kali proses penepungan sebelum ayam digoreng. Selanjutnya, ayam digoreng dalam minyak banyak dan panas hingga kulitnya garing. "Minyaknya harus banyak dan panas. Pakai minyak banyak itu supaya renyah," jelas Sukro.
Dalam sehari, gerobaknya bisa menjual hingga 200 potong ayam. Karena buka sejak pukul 07.30 pagi, pelanggan Sabana di sini juga beragam. Mulai dari ibu rumah tangga hingga ibu yang mampir untuk membekali anaknya sekolah.
"Ayamnya tuh gurih, jadi enak. Keponakan saya suka. Sekali makan bisa 3 potong sendiri," ujar Yanti, salah satu pembeli. Adapun harga per potong ayam Sabana adalah Rp 8.500 untuk bagian dada dan Rp 7.000 untuk bagian lain.
(lus/odi)