Konsumsi Daging Sapi Orang Amerika Turun Hampir 20 Persen

Konsumsi Daging Sapi Orang Amerika Turun Hampir 20 Persen

Odilia Winneke Setiawati - detikFood
Jumat, 24 Mar 2017 06:35 WIB
Foto: iStock
Jakarta - Seperti diprediksi ahli pangan, daging sapi makin tak populer di masa depan. Terbukti konsumsi daging sapi Amerika terus turun.

Produksi daging sapi yang memakan banyak energi dan sumber daya lingkungan membuat daging sapi makin tak populer. Dalam satu dekade ini dibuktikan dari konsumsi daging sapi di Amerika.

Konsumsi Daging Sapi Orang Amerika Turun Hampir 20 PersenFoto: iStock

Menurut studi yang dipublikasikan Natural Resources Defense Council (NRDC) pada Rabu (22/3), konsumsi daging sapi Amerika turun hingga 19% anatra tahun 2005-2014. Pada periode itu orang Amerika juga berhenti makan daging babi, ayam, kerang dan susu. Meskipun jumlahnya tak sebesar daging sapi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

NRDC juga menyatakan bahwa dengan makan lebih sedikit daging sapi Amerika telah mengurangi 185 juta metrik ton gas dari rumah kaca yang diproduksi oleh peternakan sapi. Gas rumah kaca ini memasuki atmosfir dan berkontribusi pada pemanasan global.

'Apakah disadari atau tidak, orang Amerika telah berperang melawan emisi gas rumah kaca melalui makanan, ' ujar Sujatha Bergen, dari NRDC, lapor foxnews (22/3). Menurut Bergen, bisa saja alasan kesehatan menyebabkan penurunan konsumsi daging sapi.

Konsumsi Daging Sapi Orang Amerika Turun Hampir 20 PersenFoto: Detikfood/iStock

Sementara National Cattlemen's Beef Association (NCBA) tidak setuju dengan Bergen. Karena riset NRDC berdasarkan pada data Departemen Pertanian dan bukan pada tren pasar. Sedangkan Sara Place yang mempelajari produksi daging sapi, NCBA menyebutkan produksi daging sapi Amerika tahun 2005 - 2014 tetap stabil. Tetapi kenaikan jumlah penduduk dan ekspor daging sapi bisa jadi penyebab penurunan.

Riset yang dilakukan Mintel tahun 2017 menyebutkan bahwa sepertiga konsumen menyebutkan harga yag tinggi membuat mereka mengurangi konsumsi daging sapi. Sedangkan 35% nya menyebutkan mereka sudah mengonsumsi protein lain. Sementara 25% nya menyebut alasan kesehatan sebagai penyebabnya. (odi/odi)

Hide Ads