Kecamatan Krayan di Kalimantan Utara berbatasan langsung dengan Malaysia sehingga masuk dalam kawasan Malaysia-Indonesia (Malindo). Meski berada di Indonesia, akses menuju Krayan dari Indonesia terbilang sulit karena pembangunan infrastruktur yang belum memadai.
Ironisnya, akses ke Malaysia justru lebih mudah sehingga sebagian besar warga mencukupi kebutuhan hariannya dari sana. Dalam temu media yang membahas sertifikasi IG (13/05), Jen Allang selaku Ketua Masyarakat Perwakilan Indikasi Geografis (MPIG) Beras Adan Krayan menceritakan slogan warga Krayan yang berbunyi "Macan di Perut, Garuda di Hati." Slogan ini menggambarkan keadaan yang sesungguhnya dimana mereka bangga menjadi warga Indonesia, namun tak bisa memungkiri harus mengisi perut dari Malaysia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Kecamatan Krayan terdiri dari 65 desa dengan luas sawah sekitar 3600 hektar. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Mereka membudidayakan padi hingga menjadi beras Adan Krayan yang terkenal pulen, legit, dan aromatik.
"Sejak lama beras Adan Krayan lebih banyak dinikmati warga Malaysia dan Brunei, padahal beras ini tumbuh di tanah Indonesia. Karena kualitasnya, beras ini bahkan jadi favorit Sultan Brunei Darussalam. Nah, kami ingin warga kami sendiri yaitu warga Indonesia bisa menikmati beras Adan Krayan," tutur Jen Allang.
Ia menceritakan beras dulunya ditanam di sawah dengan cara menyebar benih secara acak. "Karena kemajuan zaman kini dibuat persemaian. Benih padi direndam dulu sehari semalam, diangkat, didinginkan, lalu disemai kembali. Benih ditebar dan tumbuh. Setelah tumbuh, padi dipindahkan ke sawah yang sudah disiapkan," jelas Jen Allang. Cara penanaman ini sudah dimulai sejak tahun 1950-an.
![]() |
Menurutnya beras dari Krayan begitu luar biasa karena bersifat organik, teksturnya pulen, rasanya legit manis, dan aromatik. "Mitra utama penanaman beras ini adalah kerbau. Setelah panen, kerbau sengaja dilepas agar memakan jerami. Kerbau juga menginjak sawah, lumpur, dan jerami sehingga bisa menjadi pupuk kembali. Kotoran kerbau bahkan jadi pupuk alami," tutur pria berkacamata ini.
Jen Allang menceritakan warga sempat menggunakan pupuk kimia dari Dinas Pertanian setempat untuk menanam padi. "Namun hasilnya berbeda. Padinya memang subur, tapi tak ada isinya. Kalau dipupuk justru tidak menghasilkan padi."
Bagi Jen Allang dan masyarakat Krayan, akses menjadi kendala utama dalam mendistribusikan beras ke Indonesia. "Sebelum tahun 2007 kami perlu menggendong beras hingga 30 km ke Malaysia dan menempuh perjalanan 1 minggu untuk menjualnya. Tahun 2009 baru ada jalan untuk kendaraan. Dan pada tahun 2013, akses jalan baru bisa dilalui mobil. Sekarang mobil-mobil dari Malaysia dan Brunei yang rutin datang untuk mengangkut beras."
Saking sukanya dengan beras Adan Krayan, Jen Allang bercerita warga Malaysia dan Brunei sempat membawa bibit dari Krayan dan menanam di tanah lokal. Namun ternyata hasilnya berbeda, tidak seenak beras Adan Krayan yang ada di Kecamatan Krayan.
![]() |
"Dari dulu beras ini dikonsumsi warga Malaysia dan Brunei. Akhirnya beras Adan Krayan diaku milik mereka dan dijual dengan merek Borneo Rice. Makanya beras ini harus dilindungi agar tidak diklaim negara tetangga. Ini milik Krayan, Indonesia," jelas Jen Allang bersemangat.
Sertifikasi IG dinilai penting sebagai langkah awal melindungi beras Adan Krayan. Jen Allang bersama warga Krayan dibantu dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur saat itu mendaftarkan beras Adan Krayan untuk mendapat sertifikasi IG pada tahun 2012.
Pengajuan ini memang butuh proses mengingat mereka perlu mendeskripsikan beras Adan Krayan secara lengkap sekaligus membuat perkumpulan. "Setelah proses ini terpenuhi, ahli-ahli sesuai bidang akan memeriksa langsung ke lapangan. Apakah produk yang diajukan ini benar-benar spesifik. Jika ya, barulah mendapat sertifikat IG," pungkas Parlagutan Lubis dari DJKI mengenai proses sertifikasi.
(adr/odi)