Oddity Central (07/04) mengabarkan pasar ini sudah berdiri sejak ratusan tahun lalu, tepatnya ketika Manipur masih dipimpin raja. Saat itu tradisi Lallup masih berkembang dimana para penduduk pria harus siap melayani raja kapanpun dipanggil. Karenanya penduduk wanita mengambil alih peran kepala rumah tangga dengan bertani dan berdagang.
Hal tersebut rupanya memicu semangat wirausaha para wanita di sana. Ini terbukti dari banyaknya pedagang wanita di Manipur hingga kini. Namun khusus di pasar Ima Keithel, hanya wanita yang sudah menikah saja yang boleh berdagang di pasar.
Selama ini, pasar sudah sering 'diserang' berbagai hal yang bertujuan melemahkannya. Namun para wanita kuat didalamnya berhasil mempertahankan pasar seperti sejak awal berdiri. Namun pasar sempat benar-benar tutup ketika Perang Dunia II. Saat itu wilayah sekitarnya jadi medan pertempuran berdarah bagi pasukan Inggris dan Jepang.
Pemerintah setempat juga sempat merencanakan penutupan pasar Ima Keithel dan menggantinya dengan supermarket modern. Namun para pedagang wanita memprotes putusan tersebut dan berhasil mempertahankan pasar. Hanya saja, pasar kini menempati bangunan baru yang disediakan pemerintah.
Berbagai barang dijual di pasar seperti ragam buah dan sayur, hasil kerajinan tangan, dan perhiasan. Ada juga kosmetik, permen lokal, hingga pakaian tradisional Manipuri. Uniknya toko-toko di sini sebagian besar diwariskan turun termurun dari ibu ke anak selama beberapa generasi.
"Saya sudah duduk di tempat yang sama dimana wanita dari 4 generasi sebelum saya berjualan di sini," ujar Anoubi Devi, salah satu pedagang. Wanita berusia 81 tahun ini mengatakan kebanyakan pedagang wanita menganggap hal tersebut sebagai bisnis keluarga.
Studi menunjukkan sebagian besar pedagang di Ima Keithel menghasilkan 1.000 sampai 3.000 USD per tahun atau sekitar Rp 13-39 juta. "Meski barang dagangan laku banyak, para pedagang wanita tidak mendapat banyak untung karena uang yang didapat digunakan untuk membeli bahan baku dan logistik lainnya," ujar Dr. Yumkhaibam Shyam Singh, seorang profesor sejarah.
Peneliti independen, Dr. Shristi Pukhrem berujar eksistensi pasar Ima Keithel masih mendapat banyak ancaman karena kehadiran produk murah berskala besar. Juga teknologi baru dari tempat lain di India dan negara-negara sekitar.
Kedepannya ia berharap Ima Keithel menjadi simbol permberdayaan wanita Manipuri. "Pasar ini memberikan perlindungan bagi wanita dalam mengejar kehidupan di sebuah negara yang telah terpukul keras oleh konflik kekerasan, tata pemerintahan yang buruk, dan kurangnya pembangunan," ujar Pukhrem.
Baginya, para pedagang wanita bukan sekadar pedagang kecil. "Mereka adalah inti dari ekonomi, budaya, dan politik Manipur. Para wanita di sini telah mampu mempertahankan tradisi kuno dan cara hidup sesuai adat. Semangat kuat wanita Manipuri membuat mereka mampu bersama-sama membangun negara yang lebih progresif," pungkas Pukhrem.
(adr/odi)