Saat banyak restoran sibuk menciptakan interior dan menu baru, restoran Renrenxiang di China justru menerapkan cara baru dalam memesan makanan.
Pengunjung tak akan menemui seorang pelayanpun di restoran ini. Menurut China Daily (2/1), konsep restoran itu sendiri didesain a la abad 21 yang mengutamakan aplikasi mobile. Aplikasi inilah yang berfungsi sebagai pelayan dan kasir. Pegawai hanya ada di bagian dapur. Para koki menerima pesanan dari pengunjung secara digital.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah dipanggil, mereka baru mendapatkan makanan pesanannya di counter. Seusai makan, mereka menaruh piring kotornya di meja pembersih.
Pemesanan makanan juga tak harus dilakukan di restoran. Salah seorang pelanggan, Wang, yang kebetulan lokasi kerjanya dekat dengan restoran ini mengatakan ia cukup memesan makanan saat masih di kantor. Saat ia tiba di restoran, makanan yang dipesannya pun sudah siap. “Tentu sangat menyenangkan,” komentarnya.
CEO Renrenxiang, Liu Zheng mengatakan ia yakin dan optimis jika sistem yang diterapkannya ini dapat merefleksikan tren online yang sedang populer di China. Hal ini juga membuat bisnisnya lebih efisien dan menghemat biaya karena tak perlu membayar karyawan.
“Membuka restoran tentu akan menciptakan pengeluaran yang besar. Seperti biaya sewa, dekorasi, gaji, dan berbagai daftar barang yang diperlukan dalam restoran. Namun kini kami dapat memotong pengeluaran yang tidak dibutuhkan, menyederhanakan manajemen restoran, dan berfokus dengan rasa dan kualitas makanan,” jelas Liu.
Aplikasi ini juga mengumpulkan data pelanggan yang berhubungan dengan makanan apa yang paling populer, usia dan frekuensi kunjungan. Dengan data ini, Renrenxiang mengupayakan untuk meningkatkan strategi pemasarannya.
Kendati demikian, Renrenxiang bukanlah restoran pertama yang menawarkan waiterless service. Di awal tahun 2007, restoran di Nuremberg, Jerman lebih dulu memulai untuk menawarkan pelayanan otomatis. Kemudian hal serupa diikuti beberapa restoran di Jepang dan di Amerika Serikat.
Memang penggunaan robot di industri makanan untuk memasak, menyajikan, hingga membersihkan peralatan sedang populer di China.
“Industri katering melibatkan banyak aktivitas manusia namun bukan berarti restoran harus memiliki pelayan. Inti dari industri ini adalah pelayanan dan semuanya dapat dilakukan oleh mesin dan program.
Mengurangi peran pelayan dan kasir bukan berarti sama dengan menurunkan standar pelayanan. Justru dengan menerapkan teknologi, pelayanan yang diberikan pun akan lebih cepat dan menghemat biaya,” pungkas Jiang Xiaoyu, salah satu pegawai di Renrenxiang.
Meski teknologi dan otomatisasi mulai diterapkan di restoran seperti Renrenxiang, tetap ada beberapa restoran yang enggan untuk menghilangkan tata cara makan konvensional. Mereka konsisten dengan tata cara lama yang tak dapat digantikan.
“Restoran tanpa pelayan lebih cocok untuk makanan cepat saji, selama makanan telah melewati standarisasi. Sedangkan di restoran umum, proses mengolah makanan memang cukup rumit dan peran pelayan bukan hanya sekadar menyajikan makanan,” jelas Wang Jianhao, pemilik Xiexilan, restoran khas Srilanka yang berlokasi di Beijing.
"Industri makanan sangat beragam, seperti kebutuhan para pelanggan, sehingga berbagai jenis layanan harus tersedia,"lanjut Wang.
"Makan di restoran bukan hanya menyantap makanan. Namun suasana seperti mencari menu, memilihnya, dan kepuasan pelanggan dengan pelayanan dari pihak restoran juga sangat penting. Teknologi tidak selamanya membuat hidup lebih mudah, perlu diperhatikan jika interaksi antar manusia tidak bisa digantikan dengan teknologi,” pungkas salah seorang pengunjung bermarga Zhang.
(tan/odi)

KIRIM RESEP
KIRIM PENGALAMAN