Berlokasi di Jalan Veteran 3, warteg milik Juariyah atau dikenal dengan panggilan mama Iyah terletak dekat dengan Istana Negara. Meski tempatnya kecil dan agak tertutup pagar bila dilihat dari luar, warteg ini tak pernah sepi. Ada saja pekerja sekitar Istana Negara yang makan di Warteg Mama Iyah.
Saat ditemui di warteg miliknya, Juariyah mengaku sudah sekitar 7 tahun buka warung nasi di sana. Sebelumnya ia membuka warteg bersama saudaranya yang berlokasi tidak jauh dari situ.
"Tujuan saya ke Jakarta untuk buka warung nasi. Tadinya saya buka warung dengan kakak saya dari tahun 1985. Sekarang kakak sudah pindah ke kampung. Jadi saya yang lanjutin sampai sekarang," kisah wanita asal Bantul, Yogyakarta yang sudah merantau ke Jakarta dari usia 14 tahun ini.
Karena terkena gusur, akhirnya Juariyah mendapat tempat baru. Tetap di sekitar Jalan Veteran. Ia mensyukuri meski pindah, sejak
di lokasi warteg yang lama ia tak perlu membayar sewa tempat karena diberi sewa gratis oleh Istana Negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Andalan menu di sini ikan pesmol. Banyak orang favorit ikan sama gorengan tahu tempe. Kalau hari Jumat biasa pelanggan tanya urap," ucapnya.
Kisaran harga lauknya sangat terjangkau. Mulai dari Rp 1.000an untuk gorengan sampai ayam goreng seharga Rp 10.000 per potong, belum termasuk nasi. Sedangkan untuk aneka jenis menu sayur diberikan gratis!
Sebelum memasak, tiap pagi adik Juariyah berbelanja di pasar Senen atau sekitarnya. Umumnya bahan yang dibeli ada ikan 30 ekor, ayam 18
potong, ampela 20 gulung, telur 30-40 butir, dan sayuran.
Untuk proses masak, Juariyah memulainya dari pukul 06.00. Ia memasak dibantu dua saudara yang ikut menjalankan warteg tiap harinya. Seluruh masakan sudah komplet pada pukul 09.00-10.00.
"Jam 7 pagi warteg udah mulai rame, tapi makanan cuma seadanya. Seperti gorengan sama telur. Paling ramai di sini pas makan siang, sekitar jam 12," jelas wanita berusia 45 tahun ini.
Lauk di warteg yang tutup sekitar pukul 18:00 ini pun diusahakan selalu segar Menurut Juariyah, makanan dagangannya jarang dipanaskan.
“Kita sistem masaknya separuh-separuh aja dulu. Jarang panasin. Misal kalau sisa 2 atau 3 gulung ampela, nanti masak lagi. Ayam juga biasa separuh digoreng dulu. Misal 8 potong dulu, sisanya nanti, Kalau kurang dan ada yang minta lagi, baru goreng lagi,” ungkap ibu dengan 2 anak ini.
Terkait pelanggan, Juariyah menyebut kebanyakan konsumennya merupakan orang dari dalam Istana Negara.
“Protokol, biro presiden. Banyak pegawai kantor yang kerja daerah sini. Dulu pak menteri. Orang luar juga ada datang. Seperti dari Kehakiman, Administrasi Negara. Pengawal-pengawal,” sebutnya.
Memang Warteg Mama Iyah sempat jadi pemberitaan pada Oktober lalu. Sebab dua menteri makan di sana selepas mengikuti acara di Tangerang.
Saat itu sudah sore dan seharian belum makan, Menteri Perindustrian Saleh Husin dan Menteri Tenaga Kerja Muhammad Hanif Dhakiri memilih datang ke warteg tersebut. Ada juga Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Nusron Wahid.
"Ada pak menteri makan di sini. Sebelum pak menteri datang ajudannya sempat makan sama telur dadar aja karena udah pada habis sore-sore. Abis ajudan makan, baru pak menteri datang. Karena lauk warteg udah pada habis, akhirnya pak menteri pesan gado-gado yang jual dekat sini,” cerita Juariyah yang wartegnya jadi tempat makan menteri itu.
Juariyah mengaku semenjak pemberitaan tersebut, tak ada yang berbeda pada wartegnya. “Pas awal aja heboh,” tuturnya.
Mengenai lokasi yang dekat Istana Negara, ia akui cukup menyenangkan.
“Enak juga buka dekat Istana. Kita bisa bergaul sama orang sekitar sini. Mereka sama aja perlakuan ke kita, nggak ada perbedaan. Misal kalo ada acara juga aparat nggak sombong-sombong. Biarpun udah pangkat tinggi juga gitu. Semua bermasyarakat dan masih mau makan di sini,” tutup Juariyah.
(lus/odi)