Warteg 21 atau dikenal juga dengan nama warteg Ma' Djen ini berlokasi di jalan Tanah Mas Raya Kelurahan Kayu Putih, Jakarta Timur. Tempatnya berada di sebelah SMU Negeri 21. Warteg yang pernah disinggahi orang nomer satu di Indonesia ini didirikan sejak tahun 1978.

Nama warteg 21 ini bermula karena letaknya yang berada tepat disebelah SMU Negeri 21. Warteg ini didirikan pertama kali oleh ibu Djaeni atau yang lebih dikenal dengan panggilan Ma' Djen.
Kepada detikFood (15/01), Mutinah selaku anak dari Ma' Djen pemilik warteg bercerita, "Ibu saya buka warteg sejak tahun 1978. Sebelum di Pulomas, dulu warteg ini berada di jalan Trijaya," ujar Mutinah.
Mutinah merupakan orang asli Tegal tepatnya dari daerah Tapal Batas Kabupaten Pemalang. "Awalnya mungkin ibu saya dulu coba-coba jualan nasi dan akhirnya laku. Kemudian usaha ini berkembang dan sudah turun menurun dari ibu saya dan sekarang saya yang pegang," ujar ibu dari 4 anak ini.
Selain menyuguhkan makanan lezat, kepopuleran warteg 21 ini juga karena pernah disambangi oleh Presiden RI ke-7 dan Presiden RI ke-5 serta beberapa artis ibu kota seperti Derby Romero, Surya Saputra hingga Sammy Simorangkir.

Tahun 2013 waktu menjabat sebagai gubernur DKI pak Jokowi dan ibu Megawati pernah mampir ke warung ini untuk makan siang seusai meninjau waduk.
'Ya saya tidak tahu kenapa warung saya didatangi rombongan pak gubernur. Tiba-tiba dateng aja gitu makan di sini, ya Alhamdulillah pernah didatangi mereka," ujarnya sambil melayani beberapa pelanggan.
Dalam etalase kaca, dipajang sekitar 20 jenis menu lauk dan juga sayur. Mulai dari olahan ayam, ikan, telur hingga aneka gorengan. "Di sini yang paling favorit itu rempeyek udang dan juga opor ayam," jelas wanita berkerudung ini. Maklum saja rempeyek udang yang berisi udang kecil itu cukup besar ukurannya dengan adonan tepung renyah.
Selain di Pulomas ini, warteg 21 juga memiliki cabang yang berada di
food court Apartement Green Pramuka. Untuk memenuhi kebutuhan di kedua cabangnya ini, dalam sehari Mutinah menghabiskan sekitar 100 kg beras, 80 ekor, telur 15 kg yang diolah jadi dadar, balado dan sayur, udang 10 kg, ikan (tongkol, mujair, kembung) 10 kg, cabai 10 kg dan 30 liter minyak.
"Yang masak jumlahnya ada 4 orang. 2 orang memasak lauk seperti gorengan, 1 orang masak nasi dan 1 orang bikin sayur. Dalam sehari kita juga masak pagi dan sore,"tutur wanita berusia 40 tahun ini.
Kisaran harga di warteg ini terbilang cukup murah, antara Rp 6.000 hingga Rp 25.000. Nasi dan telur harganya Rp 10.000 sudah pakai sayur, sambal dan teh anget. Kalau nambah per satuan ayam goreng Rp 10.000 dan ampela Rp 7.000.

Warteg 21 juga menerima pesanan di kantor-kantor ataupun rumahan. "Biasanya kalau pesanan ramai saat puasa hingga 500 box per harinya," ujar Mutinah.
Seperti usaha kecil dan warteg lainnya, Mutiah juga mengalami pasang surut usaha terutama jika harga sembako tidak stabil.
“Selama menjalankan usaha warteg ya pasti ada suka dukanya. Sukanya kalau jualan habis. Tapi dukanya ya kalau gas naik atau sembako naik. Kalau harga naik, kita tidak menaikkan harga karena langganan kan sudah biasa ke sini. Ya paling ambil untungnya lebih sedikit, misalnya biasa dapet Rp 500 paling kalau harga lagi naik kita cuma dapet Rp 250,” demikian ungkapnya.
(lus/odi)