Nasi Goreng a la Kaki Lima Laris Diserbu Pengunjung di Museumsuferfest Frankfurt

Nasi Goreng a la Kaki Lima Laris Diserbu Pengunjung di Museumsuferfest Frankfurt

Is Mujiarso - detikFood
Senin, 31 Agu 2015 12:53 WIB
Foto: Detikfood
Jakarta - Salah satu makanan populer Indonesia, Nasi Goreng, jadi primadona sajian di Museumsuferfest Frankfurt. Aroma wangi nasi goreng membuat setiap pengunjung mengintip gerobak khusus yang dibawa dari Indonesia. Tak ayal lagi sampai 40 kilogram beras ludes diolah jadi nasi goreng!​

​Meski terbata-bata menyebut ‘nasi goreng’, seorang pria setengah baya antri beli nasi goreng di tenda Indonesia di Museumsuferfest yang berlangsung akhir pekan ini di Frankfurt, Jerman. Indonesia menjadi Tamu Utama di pesta rakyat tahunan terbesar di Eropa yang digelar di sisi Sungai Main.

Selain menampilkan berbagai aksi seni dari musik kontemporer, jazz dan dangdut hingga pertunjukan seni tradisi, panitia dari Jakarta juga mengusung kuliner khas Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

​Nasi Goreng jadi primadona tenda Indonesia.​ Untuk memberikan sentuhan ​asli ​kaki lima, panitia secara khusus mengirimkan dua gerobak dengan menggunakan kapal. Tak hanya itu, bumbu-bumbu pun diangkut langsung dari Jakarta. Hanya beras yang dibeli di Frankfurt. Itu pun beras Thailand.

“Susah sekali nyari beras Indonesia di sini,” kata Chef Solihin yang ditemui di sela-sela kesibukannya melayani pembeli yang tiada putus-putusnya. “Ini memang di luar perkiraan kita, peminatnya banyak banget,” tambahnya.

Chef Solihin didatangkan dari Jakarta bersama tim yang terdiri Chef Ragil, Chef Agung dan Chef Aditya. Lebih jauh Solihin menuturkan, pada hari pertama pembukaan, Jumat (28/8). Pihaknya membawa beras 20 kilo, dan langung ludes dalam dua jam saja.

Nasi goreng tersebut dijual 5,50 euro per porsi. Mau tambah dengan sate? Bisa, tapi harganya tentu lain lagi. Yang jelas, permintaan sangat tinggi. Antrian selalu memanjang. Untuk mengantisipasi, maka pada hari kedua, Sabtu (29/8) tim chef menyiapkan beras lebih banyak lagi.

“Kita bawa 40 kilo sekarang,” kata Solihin. Bersama dengan Chef Ragil, ia memasak nasi goreng dalam jumlah banyak sekaligus di gerobak yang terletak di luar tenda. Sementara, di dalam tenda, anggota tim lainnya, yang antara lain terdiri atas chef dari Frankfurt, menyiapkan sate.

Beberapa peminat tampaknya memang sudah cukup mengenal nasi goreng. Ada yang pernah datang ke Indonesia. Namun, sebagian besar lainnya ikut mengantri karena terdorong rasa ingin tahu dan minat untuk mencoba.

Sejumlah bule yang ditemui secara jujur mengatakan bahwa rasanya cukup aneh, tapi mereka bisa menikmati. Yang lainnya memuji keunikan menu nasi goreng tersebut.

Selain tenda dan gerobak nasi goreng, tim dari Indonesia juga menyediakan satu tenda lainnya yang menjajakan rendang, mie goreng, tumpeng mini nasi kuning hingga lumpia. Tenda ini diberi nama 'Sudi Mampir' dan dikelola oleh ibu-ibu dari Konjen dan Kedutaan.

Bagi masyarakat dia​s​pora Indonesia di Jerman, kehadiran nasi goreng tersebut tentunya bisa mengobati rasa rindu pada kampung halaman. Tampak sejumlah pelajar dan mahasiswa asal Indonesia yang tengah menuntut ilmu di sana memanfaatkan moment kehadiran Indonesia di Museumsuferfest ersebut untuk ​melepas kangen. Kapan lagi makan nasi goreng di bawah bulan purnama, di tepi sungai Main yang bermandi cahaya.

(adr/odi)

Hide Ads