Wah, Makan Nutella Bisa Berakibat Penggundulan Hutan dan Obesitas

Wah, Makan Nutella Bisa Berakibat Penggundulan Hutan dan Obesitas

- detikFood
Jumat, 19 Jun 2015 06:44 WIB
Foto: eastcoastdaily.in
Jakarta -

Nutella, selai cokelat hazelnut yang creamy dan legit ini kini sedang jadi primadona di dunia. Dari kue, es krim, crepe, roti hingga martabak beroleskan selai asal Prancis ini. Produksinya yang meningkat mengancam pengundulan hutan dan obesitas.

Dilansir dari telegraph.uk (17/06), Menteri Ekologi Prancis, Ségolène Royal telah mengumumkan bahwa obsesi kita pada Nutella berkontribusi terhadap penggundulan hutan.

Dengan terjualnya satu jar Nutella tiap 2.5 detik membuat angka penjualannya sangat fantastis. Hal ini membuktikan bahwa pecinta Nutella di dunia luar biasa. Menteri ekologi Prancis menyatakan bahwa nafsu makan terhadap olesan cokelat hazelnut tersebut mempunyai efek merugikan lingkungan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada sesi wawancara dengan salah satu stasiun TV Prancis, Canal+, Royal mengatakan bahwa banyak pohon yang harus ditanam kembali akibat penggundulan hutan. Karena ekspansi lahan kelapa sawit yang juga memicu pemanasan global.

Mengonsumsi Nutella harus dihentikan karena terbuat dari minyak kelapa sawit.
Royal juga mendesak perusahaan Ferrero sebagai perusahaan yang menciptakan Nutella untuk menggunakan bahan lain dalam pembuatan Nutella.

Desakan tersebut ditanggapi langsung oleh Ferrero dengan pernyataan bahwa mereka sadar akan masalah lingkungan yang disebabkan oleh pemakaian minyak kelapa sawit.

Menurut Ferrero, tidak ada hutan yang dikorbankan untuk membuat Nutella. Karena penggunaan kelapa sawit tidak sepenuhnya diambil dari Prancis melainkan sebagian besar berasal dari Malaysia. Juga dari beberapa negara lain seperti Papua New Guinea, Indonesia, dan Brazilia.

Di tahun 2012 lalu, anggota dewan Prancis meminta Ferrero untuk bertanggung jawab dengan membayar 300% pajak hasil penggunaan kelapa sawit. Mereka mengklaim bahwa Nutella berbahaya bagi lingkungan dan membuat anak-anak menjadi kelebihan berat badan. Padahal dalam kasus ini perusahaan Ferrero tidak sepenuhnya bersalah.




(odi/odi)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads