Sekaten, kolaborasi antara seni dan keagamaan masih yang dipercayai oleh masyarakat Yogyakarta, Surakarta dan sekitarnya. Sejak dulu kala acara Sekaten ini dipercaya dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat sekitarnya.
Sekaten biasanya dirayakan setiap tahun, dimulai dari hari kelima sampai dengan tanggal 12 bulan Mulud (kalender Jawa) atau bulan Rabiul awal dalam kalender Islam.
Perayaan Sekaten biasanya dirayakan di utara alun-alun Yogyakarta. Acara ini awalnya diprakarsai oleh Sultan Hamengkubuwana I, pendiri Kesultanan Yogyakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hari kedua sebelum grebek muludan dilakukan upacara tumplak wajik yang diadakan di Istana Magangan. Upacara ini menggabungkan lagu tradisional dengan diiringi bunyi lumpang. Hal ini menandai pembuatan gunungan yang dilakukan di grebeg mulud festival.
Setelah kedua prosesi tersebut, ada acara puncak dari peringatan sekaten yakni grebeg muludan. Gunungan berbentuk kerucut berisi makanan ini berisi beras ketan, permen, aneka makanan, kerupuk, buah-buahan dan sayuran.
Gunungan makanan ini dijaga oleh 10 unit bregodo atau penjaga kerajaan Kraton, Wirobrojo, Daeng, Patangpuluh, Jogokaryo, Nyutro, Ketanggung, Mantrijero, Surokarso dan Bugis.
Gunungan makanan ini melambangkan kekayaan, kesejahteraan dan kemakmuran kerajaan Mataram. Setelah melalui prosesi pembacaan doa, makanan ini akan diperebutkan oleh orang-orang yang sudah menunggu di alun-alun.
Masyarakat yang mengambil gunungan makanan ini akan dibawa pulang dan ditanam di sawah atau ladang agar lahan mereka menjadi subur dan bebas dari segala bencana dan malapetaka.
(lus/odi)