Pemerintah Thailand Buat Standar Citarasa Makanan Otentik dengan Robot Pencicip Makanan

Pemerintah Thailand Buat Standar Citarasa Makanan Otentik dengan Robot Pencicip Makanan

- detikFood
Selasa, 30 Sep 2014 11:48 WIB
Foto: Getty Images // New York Times
Jakarta - Pemerintah Thailand membuat standar makanan asli Thailand dengan bantuan robot. Ini menjadi bagian dari program Thai Delicious untuk meningkatkan kualitas makanan Thailand.

Pada Selasa (30/09), pemerintah Thailand memperkenalkan proyek untuk standarisasi masakan Thailand menggunakan robot. Para diplomat dan pejabat diundang untuk melihat langsung mesin bernama e-Delicious yang dapat mengevaluasi masakan Thailand secara ilmiah.
Β 
E-Delicious disebut-sebut sebagai robot cerdas yang mengukur bau dan rasa pada bahan makanan melalui teknologi sensor. Robot berbentuk kotak ini dapat mengukur rasa seperti kritikus makanan.

Kemunculan robot bermula dari banyaknya keluhan masyarakat Thailand bahwa restoran Thailand di luar negeri menyediakan makanan yang disesuaikan dengan selera non-Thai. Citarasanya pun jadi tidak otentik karena bumbu ada yang ditambah, dikurangi, atau dihilangkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada banyak restoran Thailand di seluruh dunia yang bukan milik orang Thailand. Restoran dimiliki oleh orang Vietnam, Myanmar, atau bahkan Italia dan Perancis," tutur Supachai Lorlowhakarn, penasihat National Innovation Agency yang bertanggung jawab terhadap program Thai Delicious, seperti dilansir beberapa media.

Yingluck Shinawatra, mantan perdana menteri Thailand, juga sering menemukan makanan Thailand bercitarasa buruk terutama saat di luar negeri. Makanan yang ia cicipi saat melakukan kunjungan tersebut dianggap tidak layak mendapat predikat masakan asli karena rasanya hambar. Terganggu akan hal tersebut, Yingluckpun membawa masalah ini dalam pertemuan kabinet.

Akhirnya diciptakan robot yang bisa mengetahui mana makanan Thailand otentik dan tidak. E-Delicious dilengkapi dengan kombinasi 10 sensor untuk menilai rasa dan bau makanan.
Β 
Untuk mengujinya, sampel makanan ditempatkan pada sebuah wadah stainless steel. Wadah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam e-Delicious. Nantinya mesin akan memindai sampel makanan untuk menghasilkan chemical signature, sebagai pengukur standar makanan yang dianggap otentik.

Hasil dari penilaian makanan akan muncul pada layar yang ada pada mesin. Seperti pada pengujian kari hijau buatan dapur Foreign Correspondents' Club Thailand. Tak lama keluar angka 78 pada layar mesin. Nilai kurang dari 80 berarti tidak sesuai dengan standar pemerintah.

Penilaian e-Delicious sendiri didapat dari perbandingan makanan dengan standar rasa yang berasal dari database preferensi populer untuk tiap hidangan. Misalnya untuk tom yam, peneliti awalnya mengadakan uji rasa pada 120 pencicip dari Universitas Chulalongkorn. Mereka diberi 10 tom yam berbeda dan diminta menilai masing-masing sajian. Tom yam yang menang dalam penilaian dinyatakan sebagai standar.

Chemical coordinate kemudian diprogram ke dalam mesin. Banyaknya opini pencicip yang dimasukkan dalam mesin, membuat mesin bisa menilai apakah hidangan terlalu asin, pedas, hambar, atau lainnya. Menurut Sirapat Pratontep, ahli nanoteknologi yang memimpin pengembangan mesin, ia dan timnya ingin pendekatan termurah dan termudah untuk mengukur makanan.

Thai Delicious Committee yang dibiayai pemerintah, menjadi pengawas pengembangan mesin tersebut dan menjalankan program Thai Delicious. Komite ini terdiri dari pejabat pemerintahan, akademisi, chef, dan kritikus makanan.

Selain pengembangan robot, program Thai Delicious juga menawarkan logo untuk ditempelkan pada menu restoran yang memakai resep resmi. Ada juga aplikasi gratis berisi resep-resep yang disetujui komite pemerintah. Sejauh ini komite telah menyetujui 10 resep, tiga di antaranya sudah diluncurkan pada aplikasi mobile Thai Delicious.

Namun sebenarnya kebanyakan makanan khas Thailand ada di kaki lima. Thaweekiat Nimmalairatana, seorang pemilik kedai makanan kecil di jalanan, mempertanyakan tentang gagasan standarisasi resep. Ia yang sudah memasak sejak usia 10 tahun mengatakan sedikit variasi dalam penyiapan hidangan dapat mempengaruhi rasa.

"Saya menggunakan lidah untuk menguji apakah suatu makanan enak atau tidak. Saya rasa pemerintah harus mempertimbangkan penggunaan manusia untuk mengukur keaslian makanan," ucap Thaweekiat.

(fit/odi)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads