Konsumsi Daging Anjing: Antara Kekayaan Kuliner dan Norma Agama

Kontroversi Konsumsi Daging Anjing

Konsumsi Daging Anjing: Antara Kekayaan Kuliner dan Norma Agama

- detikFood
Rabu, 13 Agu 2014 06:46 WIB
Foto: Getty Images
Jakarta -

Konsumsi daging anjing masih menjadi kontroversi. Daging anjing menjadi bagian dari kuliner beberapa budaya, sementara pihak lain menganggap bahwa konsumsinya tak sesuai dengan norma sosial dan agama.

Seperti ditulis CNN (24/07/2014), warga Amerika Serikat tahun ini menghabiskan $58,5 miliar (Rp 683,8 triliun) untuk hewan peliharaan. Anjing dibawa ke salon dan dokter hewan, diberi makanan bergizi, dibawa berjalan-jalan, dan bahkan diperlombakan.

Makanya, ketika mengetahui bahwa daging anjing dikonsumsi di Asia Tenggara, masyarakat Amerika dan beberapa bagian dunia lain langsung mengecam. Apalagi setelah mengetahui proses perdagangannya, seperti yang diceritakan Luke Duggleby lewat foto-fotonya di CNN Photo Blog.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pria yang mengaku pencinta anjing ini bepergian ke Thailand, Laos, dan Vietnam. Ia menyamar sebagai chef yang sedang memelajari makanan Vietnam agar bisa masuk ke restoran yang menjual daging anjing.

Di Thailand, perdagangan anjing melanggar hukum karena para pengekspor tak membayar pajak dan anjing-anjing tersebut tak divaksin. Makanya, anjing diselundupkan secara ilegal ke luar Thailand.

"Namun saat tiba di Laos para penyelundup anjing boleh bepergian ke Vietnam karena pemerintah tak tertarik mengurusnya. Sesampainya di Vietnam, semuanya sah di mata hukum," tutur Duggleby.

Di rumah jagal anjing, iapun 'terpaksa' menyaksikan semuanya: anjing dikuliti hidup-hidup, digantung, dan dipukuli sampai mati. Belum lagi saat ditangkap anjing diikat dan dikarungi sehingga tak bisa makan, dilempar ke truk, dan disimpan di kandang pengap bertumpuk-tumpuk dengan anjing lain.

Tindakan tersebut sangat kejam. Namun, perlu diketahui bahwa peternakan babi, sapi, dan unggas di negara-negara Barat juga tak kalah mengerikan.

Selain itu, anggapan orang-orang Barat bahwa konsumsi daging anjing tak etis belum tentu berlaku bagi kelompok masyarakat lain. Rasa kasihan yang muncul karena anjing adalah teman manusia mungkin tak sehebat perasaan orang-orang Hindu yang melihat sapi yang mereka anggap suci dikonsumsi secara luas oleh masyarakat lain.

Konsumsi daging anjingpun telah menjadi bagian dari budaya Tiongkok dan Korea Selatan. Di Indonesia, daging anjing juga dapat ditemui di budaya Batak (B1), Minahasa (RW), dan Jawa (sate jamu). Namun, konsumsi daging anjing dilarang di agama Islam dan Yahudi.

William Saletan dari situs Slate pernah menulis esai 'Wok The Dog' pada 2002. "Nilai seekor hewan tergantung bagaimana Anda memperlakukannya. Jika Anda menjadikannya teman, hewan itu jadi kawan. Jika Anda memeliharanya untuk dimakan, hewan itu jadi santapan," tulisnya.

(fit/odi)

Hide Ads